by

MENGENAL KAMBING PERAH SAPERA

MARGOPOST.COM | Pemalang  – Di awal tahun 2021, bersama dengan Balai Besar Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pertanian (BBP2TP) melalui Sub Koordinator Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian (KSPP), R. Dani Medionovianto, S.Pt., yang juga sebagai penyuluh pertanian, melakukan inisiasi kerjasama hilirisasi teknologi Badan Litbang Pertanian yakni tanaman sorgum (Sorghum bicolor L.) varietas “Bioguma Agritan” dengan Himpunan Peternak Domba Kambing Indonesia (HPDKI) Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah. Turut hadir Sub Koordinator Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian (KSPP) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Jawa Tengah, Dr. Heru Praptana, didampingi oleh Widyaiswara spesialisasi nutrisi dan pakan ternak dari Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan (BBPKH) Cinagara Bogor, Badan Luhbang SDM Pertanian, Dayat Hermawan, M.Si., tidak ketinggalan hadir perwakilan anggota (Bagian Humas) HPDKI Kabupaten Pemalang, Disler Anwar, pada Sabtu tanggal 30 Januari 2021.  Selain inisiasi kerjasama, juga diserahkan bantuan benih sorgum varietas “Bioguma Agritan”, merupakan teknologi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian serta memiliki potensi produktivitas dan biomassa tertinggi diantara varietas-varietas terdahulunya, sehingga sesuai untuk dijadikan hijauan pakan ternak.

Dayat Hermawan menyatakan, bahwa 70% biaya produksi usaha peternakan berasal dari pakan, sehingga perlu mencari mencari solusi, diantaranya dengan memanfaatkan potensi sumber pakan lain yang ekonomis tetapi dengan kandungan nutrisi yang optimal. Salah satunya adalah dengan memanfatkan kelebihan dari potensi biomassa tanaman sorgum yang mampu mencapai 54 ton per hektar. Hal inilah yang menjadikan tanaman sorgum dapat dijadikan pilihan utama, walaupun dibudidayakan atau ditanam di daerah yang kering (dengan curah hujan terbatas).

Ditambahkan Dani Medinovianto, sumber hijauan pakan ternak yang tersedia harus dimaksimalkan kandungan nutrisinya sebelum diberikan kepada ternak. Salah satunya dengan mongolahnya menjadi silase, sehingga serat kasar pada bahan pakan dapat dikonversi menjadi nutrisi yang sesuai untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan ternak.  Keuntungan lain dengan pengolahan pakan menjadi silase, kotoran ternak menjadi tidak bau. Terbukti di beberapa kandang kambing dan domba yang dikunjungi, kotorannya (baik padat maupun cair) tidak bau walaupun kondisi kandang tertutup.

Sumber bahan pakan hijauan tanaman sorgum inilah yang nantinya akan dimanfaatkan sebagai pakan alternatif untuk ternak-ternak yang dikelola oleh anggota HPDKI Kabupaten Pemalang. Lebih jauh, sebagian anggota yang memiliki lahan relatif luas, akan menanam tanaman sorgum secara intensif sehingga diharapkan ke depannya akan ada hamparan kebun hijauan pakan ternak atau kebun sorgum varietas “Bioguma Agritan” di wilayah Kabupaten Pemalang.

Dalam kegiatan inisiasi kerja sama ini, Heru Praptana selaku Sub Koorditor KSPP BPTP Jateng menyampaikan kehadiran BPTP adalah untuk menghilirisasi teknologi yang sudah dihasilkan Badan Litbang Pertanian agar dapat dirasakan kemanfaatannya bagi petani dan peternak. Oleh karena itu, pengawalan dan pendampingan ke depan akan dilakukan untuk mewujudkan komitmen tersebut.

Kawasan usaha peternakan kambing Sapera “GeDe Farm” milik Bapak Disler Anwar (mantan karyawan Bank yang move on atau beralih profesi sebagai peternak), yang juga menjabat sebagai Humas HPDKI Kabupaten Pemalang, beralamat di Jalan Cagar Alam, Desa Kebon Gede, Kecamatan Bantar Bolang, Kabupaten Pemalang.  Di wilayah inilah komoditas ternak kambing Sapera banyak dikembangkan atau dipelihara oleh peternak, yang menapak penuh keyakinan, kreatif, dan inovatif, untuk beternak kambing Sapera ke arah yang lebih maju, mandiri, dan modern, serta dapat diandalkan sebagai mata pencaharian pokok.

Sekitar 16 ekor induk kambing Sapera yang dipelihara Bapak Disler Anwar, saat ini sudah dipelihara secara intensif (dipelihara 24 jam sehari dalam kandang), dan relatif lebih modern karena sudah memanfaatkan salah satu alat mesin peternakan pendukung produksi, seperti mesin pencacah hijauan (chooper). Sehingga produksi dan produktivtasnya menjadi optimal, bahkan melebihi ekspektasi peternaknya. Begitu juga pakan yang diberikan sebagian besar berupa pakan hijauan yang berasal dari rumput lapangan dan rumput gajah (Pennisetum purpureum) varietas “Odot” (Deep Elephant atau rumput gajah mini), serta pakan konsentratnya sudah relatif memenuhi syarat kualitas dan kuantitas sesuai kebutuhan kambing sapera.

Kambing Sapera menurut Balai Penelitian Ternak (Balitnak), Badan Litbang Pertanian, yaitu bangsa/rumpun kambing yang diperoleh dari hasil persilangan antara kambing Saanen dan PE (Peranakan Etawah).  Kambing ini termasuk tipe perah, atau penghasil susu. Kambing Sapera merupakan hasil inovasi teknologi Balai Penelitian Ternak (Balitnak). Dengan demikian kata “SAPERA” kemungkinan berasal dari “Saanen dan Peranakan Etawah”.

Wilayah atau daerah yang masuk kategori dataran sedang sampai dengan dataran tinggi, merupakan wilayah yang cocok untuk memelihara Kambing Sapera.  Di wilayah tersebut produksi susunya mampu mencapai sekitar 1,5 – 2,0 liter per hari.  Kandungan nutrisi susunya relatif lengkap, yaitu karbohidrat 4,5%; lemak 4,2%; protein 3,6%; pospor 111 mg; kalsium 134 mg; magnesium 16 mg; vitamin A 185 mg; vitamin C 1,29 mg; kolesterol 17 mg; dan kalori 69 kal.  Dengan lengkapnya nutrisi susu kambing Sapera, maka berpotensi sebagai bahan pangan yang bermanfaat dan menjanjikan untuk kesehatan tubuh bagi yang mengonsumsinya.

Testimoni seorang Disler Anwar berdasarkan pengalamannya tentang pakan ternak sebagai berikut : “Dalam usaha ternak, secara umum inpu utama adalah pakan, bahkan hingga 70%, sehingga jika dapat menekan cost untuk penyediaan pakan tanpa mengurangi kualitas, akan didapatkan keuntungan yang lebih tinggi”.

Kambing Sapera yang dipelihara di GeDe Farm didatangkan dari 2 (dua) lokasi, yaitu Kabupaten Mojokerto dan Pemalang. Dan saat ini sedang dicoba atau diupayakan untuk memanfaatkan teknologi Inseminasi Buatan (IB) yang berguna meningkatkan populasi sekaligus memperbaiki kualitas genetiknya, sekaligus untuk program pencegahan penyakit dari pejantan (pemacek) ke induk, terutama penyakit zoonosis (dapat menular dari ternak ke manusia), atau penyakit lainnya yang dapat menurunkan produksi yang pada akhirnya merugikan usaha peternakan kambing Sapera.

Kualitas reproduksi kambing Sapera terbilang baik, karena satu ekor induk mampu menghasilkan anak (cempe) satu sampai 3 ekor dalam satu kali proses beranak. Ternak kambing atau domba yang mampu beranak lebih dari satu ekor disebut dengan prolifik (banyak anak). Sebaiknya cempe jantan yang diperoleh dari prolifik dipelihara sebagai pemacek, supaya keturunannya juga prolifik. Alasannya karena sifat genetik prolifik pada jantan lebih dominan dibandingkan betina.

Sistem perkawinan pada kambing Sapera “GeDe Farm” masih kawin alam artinya menggunakan pejantan unggul. Umur pertama kali dikawinkan, untuk betina sudah berumur satu tahun dan pejantan berumur dua tahun. Umur tersebut sudah memenuhi syarat pertama kali dikawinkan karean selain sudah dewasa kelamin, juga sudah dewasa tubuh. Dewasa kelamin adalah keadaan mulai berfungsinya kelamin pada hewan untuk menghasilkan spermatozoa (sel jantan) pada jantan atau ovum (sel telur) pada betina. Sedangkan yang dimaksud dengan dewasa tubuh adalah kondisi organ reproduksi (jantan dan atau betina) sudah mencapai perkembangan maksimal baik fungsi dan ukurannya.

Seekor pejantan kambing Sapera mampu mengawini empat ekor induk dalam satu hari (± 24 jam), dengan syarat induknya sedang birahi serta pejatannya kuat (artinya cukup memperoleh asupan nutrisi yang berkualitas dan cukup exercise atau berolah raga). Proses perkawinan alam pada kambing atau domba supaya durasinya lebih cepat dan penetrasi alat repoduksinya presisi, maka sebaiknya dibantu oleh peternaknya dengan cara kambing pejantan dibawa ke dalam kandang induk.  Kemudian induknya dipegang sambil ekornya disisihkan, tidak menutupi vulvanya.

Gejala atau tanda-tanda birahi (pernah dibahas  pada Episode Colenak sebelumnya) pada induk kambing atau domba, sama juga dengan induk ruminansia besar seperti sapi atau kerbau. Gejala tersebut biasa disebut dengan istilah A3BCDE, singkatan dari Abuh (bengkak), Abang (merah), Anget (hangat), Bengok-bengok (teriak), Clingak-clinguk atau Cingkrak-cingkrik (gelisah), dan Dlewer (keluar cairan bening dan kental), serta E (enak tenan… kata ternak lho ya). Dari sekian banyak tanda-tanda birahi, maka yang paling bisa dipastikan bahwa ternak itu sedang birahi, adalah yang Dlewer. Kalau gejala yang lain Abah-Abuh-Anget, Bengak-bengok, dan Clingak-clinguk atau Cingkrak-cingkrik; bisa ditimbulkan karena terpapar suatu penyakit atau ada gangguan lainnya seperti ada hewan buas atau mikrolimat ekstrem yang dapat mengakibatkan ternak menjadi tidak nyaman.

Salah satu kunci keberhasilan ternak perah, seperti kambing Sapera, diwajibkan beranak (menghasilkan anak atau keturunan) sehingga dapat berproduksi susu karena sedang pada periode laktasi. Periode ternak menghasilkan anak disebut dengan calving interval (Selang Beranak), yaitu jumlah hari atau bulan antara proses beranak yang satu dengan proses beranak berikutnya yang sangat berpengaruh terhadap efisiensi reprodusi ternak perah.  Ternak kambing secara umum periode kebuntingannya berlangsung selama 150-152 hari atau ± 5 (lima) bulan, sehingga calving interval yang ideal rata-rata 8 (delapan) bulan, dan dalam 2 (dua) tahun dapat melahirkan anak sampai 3 (tiga) kali. Tetapi di kalangan peternakan rakyat rata-rata calving interval-nya mecapai 10 – 14 bulan sehingga dalam 2 (dua) tahun hanya mampu beranak 2 (dua) kali.

Periode atau masa laktasi kambing Sapera “GeDe Farm” berlangsung selama ± 1 tahun.  Masa laktasi adalah masa ternak sedang berproduksi susu setelah melahirkan cempe. Biasanya susu akan keluar kira-kira setengah jam setelah beranak. Jadi mulai saat itulah disebut dengan periode laktasi. Untuk satu ekor induk produktif, puncak produksi susu dicapai pada periode laktasi kedua (± berumur tiga tahun), dan dalam satu periode laktasi (± 1 tahun) maka puncak prouksi susu dicapai pada bulan kedua.

Frekuensi pemerahan pada kambing Sapera yang diaplikasikan di “GeDe Farm” yaitu sekali dalam sehari.  Banyaknya produksi susu yang mampu dihasilkan dari seekor kambing Sapera sekitar 1 (satu) liter per hari. Tinggi-rendahnya produksi dan produktivitas susu sangat dipengaruhi oleh pakan, selain bibit dan pemeliharaan.

Salah satu harapan seorang Disler Anwar dan peternak lainnya adalah masyarakat gemar minum susu, terutama susu kambing Sapera. Produksi susu yang dihasilkannya tidak dijual dalam keadaan segar, tetapi diberi sentuhan teknologi untuk meningkatkan nilai tambah (added value), yaitu dengan menerapkan teknologi pascapanen berupa pasteurisasi dan modifikasi kemasan (packaging). Produk olahan susunya dikemas dengan botol plastik volume 100 ml dengan 3 (tiga) rasa, yaitu tawar/original, strawberry, dan kurma. Produk susu dalam kemasan yang ditawarkan “GeDe Farm” mempunyai merk yang unik yaitu “Micu Embe” yang artinya “mimi/minum susu embe/kambing”. Bagi konsumen yang berminat untuk membeli susu “Micu Embe” bisa langsung datang ke “GeDe Farm”.

Perlu diketahui bahwa hampir semua susu mengandung zat nutrisi laktosa (gula susu alami) yang bagi beberapa orang kesulitan untuk mencernanya. Tetapi, susu kambing memiliki laktosa yang lebih sedikit dibandingkan susu sapi. Satu cangkir susu kambing memiliki laktosa 12% lebih sedikit daripada susu sapi dalam takaran yang sama. Bagi sebagian orang dengan intoleransi ringan terhadap laktosa, kemungkinan masih dapat mengonsumsi susu kambing. Selain itu, untuk urusan pencernaan, ternyata susu kambing masih mempunyai keunggulan lain, yaitu kandungan karbohidrat prebiotiknya lebih tinggi. Prebiotik berfungsi membantu menyehatkan bakteri di dalam alat pencernaan, terutama yang hidup di usus sehingga kesehatan sistem pencernaan dapat terjaga.

Pangsa pasar susu kambing Sapera dari kawasan peternakan Desa Kebon Gede, Kecamatan Bantar Bolang masih di sekitar wilayah Kabupaten Pemalang. Dan itupun masih belum terpenuhi karena banyaknya permintaan. Dengan demikian berusaha atau bisnis peternakan kambing Sapera di Kabupaten Pemalang masih terbuka atau berpeluang sangat luas.

Pengendalian penyakit sudah diterapkan oleh peternak kambing Sapera di wilayah Kecamatan Bantar Bolang, Kabupaten Pemalang. Peternak sangat sadar bahwa pencegahan (preventif) lebih baik daripada pengobatan (kuratif) sehingga secara konsisten selalu melaksanakan biosesurity yaitu higiene sanitasi (kebersihan), baik di dalam kandang, luar kandang, maupun gedung pascapanen (pengolahan susu), serta pemberian vitamin.

Salah satu penyakit ternak perah yang paling “ditakuti” dan membuat resah peternak adalah mastitis atau radang ambing. Salah satu tindakan untuk mencegah penyakit mastitis adalah dengan mengeluarkan susu kolostrum sampai tuntas. Selain itu, ada juga penyakit yang relatif sering menyerang kambing adalah kudis (scabies). Tetapi penanganan penyakit scabies relatif mudah. Bisa diobati secara kimiawi maupun nabati/herbal.

Penyakit mastitis, relatif sulit diobati, karena menyerang kelenjar susu pada ambing, makanya disebut penyakit radang ambing. Penyakit ini sering menjangkiti ternak yang kondisinya lemah atau imunitasnya sedang turun, salah satunya pada ternak dalam kondisi pemulihan pasca beranak sehingga kemampuan tubuh melawan infeksi menjadi berkurang apalagi pada ternak yang sudah tua.

Mastitis pada ternak, terutama kambing dan sapi perah, disebabkan oleh bakteri dan jamur.  Beberapa jenis bakteri yang dikonfirmasi sebagai penyebab sastitis adalah Streptococcus sp., Staphylococcus sp., Klebsiella, Escherichia colli. Sedangkan dari golongan jamur adalah Actinomyces sp., Candida sp.

Gejala yang ditimbulkan mastitis secara umum yaitu ditandai dengan pembengkakan salah satu bagian ambing kanan atau kiri, jarang terjadi dua-duanya (pada kambing) atau keempat-empatnya (pada sapi), ambing menjadi keras, memerah, panas, dan sakit saat disentuh.  Bila diperah maka susu akan berubah menjadi bening dan encer, bahkan susu akan menjadi pecah, dan kadang disertai darah.

Kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh mastitis meliputi penurunan produksi dan kualitas susu, peningkatan biaya perawatan dan pengobatan, dan pengafkiran ternak lebih awal sehingga harus replacement (membeli induk baru). Langkah yang dinilai paling tepat dalam menyikapi kasus mastitis adalah dengan pencegahan yang super ketat, dengan cara :

  1. Menerapkan sanitasi kandang (bersih dan kering).
  2. Menerapkan higiene pemerahan susu (pencucian ambing sebelum dan sesudah, dipping atau pencelupan puting susu setelah diperah dengan iodin 1%, menjaga kebersihan tangan atau mesin perah).
  3. Meningkatkan kualitas kesehatan ternak (memberikan pakan berkualitas dan multivitamin-mineral).

Jika ternak sudah terlanjur terinfeksi mastitis maka langkah berikutnya adalah tindakan pengobatan. Mastitis sebagian besar disebabkan oleh bakteri (jarang disebabkan oleh jamur), sehingga secara umum bisa diterapi dengan antibiotik.

Harapan semua pihak :

Semoga manajemen “GeDe Farm” selalu berinovasi dan berkreasi dengan mengkolaborasi teknologi yang sudah ada, baik off-farm maupun on-farm, sehingga ke depan mampu mengasilkan bibit dan susu kambing Sapera yang berkualitas, serta memenuhi keinginan pasar. Dan manfaatkan kebijakan-kebijakan pemerintah, baik pusat (Kementerian Pertanian) maupun daerah, yang sekiranya kebijakan tersebut dapat meningkatkan kompetensi peternak maupun kapasitas kelembagaan HPDKI.

Sobat Tani dan Sobat Colenak, kami (Kang dayat dan Kang Dani) selaku Host

Podcast Pertanian dan Teknologi, segmen Colenak kembali melanjutkan motto

Dari Tutur Kata Lisan menjadi Tulisan”). /(Dayat Hermawan, M.Si.)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *