MARGOPOST.COM | JAKARTA – Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2019 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah diundangkan tanggal 24 Oktober 2019. Berdasarkan Perpres tersebut, urusan pendidikan tinggi kembali di bawah Kemendikbud.
Di awal pemerintahannya pada periode pertama, yakni pada Oktober 2014, Presiden Jokowi memisahkan pendidikan tinggi dari institusi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Saat itu, di hadapan ratusan peneliti di Gedung LIPI, Presiden menyampaikan harapan agar depannya, riset baik yang berhubungan dengan teknologi, riset sosial, pertanian, kemaritiman, itu betul-betul bisa diaplikasikan dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, petani, nelayan, dan usaha mikro.
Kemudian, Jokowi mengeluarkan peraturan teknis pada 21 Januari 2015. Yaitu lewat Perpres Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
Setelah lima tahun berlalu, pendidikan tinggi kembali dileburkan dalam Kemendikbud. Perprespun diterbitkan dan disebutkan di dalamnya bahwa tugas Kemendikbud adalah menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, dan pendidikan masyarakat, serta pengelolaan kebudayaan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara (Pasal 4).
Seiring perubahan nomenklatur tersebut, salah satu hal penting yang diatur dalam Perpres yang disahkan pada 24 Oktober 2019 itu ada di Pasal 58 yang mengatur bahwa dalam rangka menjaga keberlangsungan pelaksanaan program dan anggaran tahun 2019, susunan organisasi Kemendikbud yang disusun berdasarkan Perpres ini berlaku paling lama sampai dengan 31 Desember 2O19.
Selama masa transisi itu, Kemendikbud harus melakukan penataan organisasi sesuai strategi Kementerian dalam rangka pelaksanaan visi Presiden. Penataan organisasi ini akan ditetapkan dengan Peraturan Presiden yang diusulkan oleh Kementerian PANRB.
Kemendikbud dalam perpres itu akan terdiri atas Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, tujuh Direktorat Jenderal, dan dua Badan. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) dibantu lima orang Staf Ahli.
Tujuh Direktorat Jenderal dimaksud antara adalah: 1. Direktorat Jenderal (Ditjen) Guru dan Tenaga Kependidikan; 2. Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah; 3. Ditjen Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat; 4. Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan; 5. Ditjen Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi; 6. Ditjen Kelembagaan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, dan;7. Ditjen Kebudayaan.
Sedangkan dua Badan dimaksud adalah Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan serta Badan Penelitian dan Pengembangan. Adapun lima Staf Ahli Mendikbud dimaksud adalah: 1. Staf Ahli Bidang Inovasi dan Daya Saing; 2. Staf Ahli Bidang Hubungan Pusat dan Daerah; 3. Staf Ahli Bidang Pembangunan Karakter; 4. Staf Ahli Bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan, dan; 5 Staf Ahli Bidang Akademik.
Pada Pasal 42 disebutkan bahwa dalam rangka memberikan dukungan substantif di lingkungan Kemendikbud dapat dibentuk Pusat. Pembentukan Pusat sebagaimana dimaksud haruslah didasarkan pada analisis organisasi dan beban kerja.
Dalam rangka menjalankan tata kerja organisasi yang baik, maka berdasarkan Pasal 49, Kemendikbud harus segera menyusun analisis jabatan, peta jabatan, analisis beban kerja, dan uraian tugas terhadap seluruh jabatan di lingkungan Kemendikbud.
Selanjutnya, pada Pasal 50 disebutkan bahwa setiap unsur di lingkungan Kemendikbud dalam melaksanakan tugasnya harus menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik internal, maupun dalam hubungan antarkementerian dengan lembaga lain yang terkait.
Pada Pasal 56 disebutkan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan; Ditjen Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi; Ditjen Kelembagaan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi; serta Staf Ahli Bidang Akademik dialihkan menjadi tugas dan fungsi Ditjen yang sama di lingkungan Kemendikbud, sebelumnya di lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
Amanah UU
Menjelaskan pengembalian pendidikan tinggi ke Kemendikbud, Menteri Koordinator bidang Pengembangan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengatakan bahwa dikembalikannya urusan pendidikan tinggi ke Kemendikbud dalam rangka menjalankan amanah undang-undang.
Kendati, pendapat kontra tak pelak menyeruak dengan memandang penggabungan tersebut bakal kian memberatkan beban Mendikbud di Kabinet Indonesia Maju. Karena selama lima tahun terakhir, target pembangunan sumber daya manusia dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tak mampu dicapai oleh kementerian itu.
Sebut saja target angka partisipasi murni (APM) Indonesia di tingkat SD paket A dan B yang yang ditarget mencapai 94,8 persen dan paket 114,1 persen; serta APM Indonesia tingkat SMP dan SMA yang masing ditarget di angka 67,5 persen dan 67,5 persen.
Mengacu pada data Kemendikbud, APM SD paket A dan B hanya mencapai 93 persen; sementara SMP berada di angka 77 persen danSMA sederajat di angka 63,7 persen. Adapun APK SD paket A yang ditarget sebesar 114,1 persen hanya mampu terpenuhi 105,9 persen; sementara APK SMP dan SMA yang ditarget di angka 106,9 persen dan 91,6 persen hanya mampu terpenuhi masing-masing 102,1 persen dan 86,9 persen.
Muhadjir sendiri memungkiri kalau Kemendikbud belum dapat memenuhi target dalam lima tahun terakhir. Salah satunya, kesulitan menerapkan kurikulum 2013 di berbagai sekolah di Indonesia.
Hanya saja, Muhadjir tetap optimistis perubahan nomenklatur tidak akan menambah beban Kemmendikbud. Sebaliknya, kata dia, sinkronisasi pendidikan dasar, menengah hingga tinggi akan semakin mudah dan target partisipasi sekolah hingga perguruan tinggi dapat digenjot.
“Kemendikbud kelihatannya tidak terlalu lama karena baru periode ini dipisah. Jadi sangat simpel menurut saya. Apalagi Mendikbud sekarang saya kira bisa membuat langkah-langkah yang cepat untuk segera sinkronisasi,” kata Muhadjir.
Sementara Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan, bergabungnya dikti ke Kemendikbud diperlukan demi perbaikan pendidikan di masa depan. “Itu harus dilakukan agar strateginya terpadu di antara seluruh intitusi pendidikan,” kata Nadiem, pekan lalu.
Comment