by

PR Panjang Tito untuk Idham

Selain punya reputasi tinggi di reserse, Idham Azis berpengalaman dalam soal terorisme dan radikalisme. Boleh jadi, itu yang membuat Presiden Jokowi memilihnya menggantikan Tito Karnavian.

MARGOPOST.COM | Menjabat Kapolri seperti menduduki kursi panas. Begitu besar tuntutan masyarakat kepada setiap Kapolri, terkait penyelesaian kasus hukum, tapi di saat yang sama dia dihadapkan pada begitu banyak masalah hukum. Walhasil, tugas sebagai Kapolri itu tidak cocok diemban terlalu lama. Kecuali M Tito Karnavian, jarang ada kapolri yang menjabat lebih dari tiga tahun.

Jenderal Muhammad Tito Karnavian menjabat Kapolri sejak 13 Juli 2016 hingga 23 Oktober 2019, alias 3 tahun 3 bulan. Usianya 55 tahun saat Tito mengundurkan diri sebagai Kapolri. Masih ada waktu untuk memperpanjang masa jabatannya selaku TB-1 (sebutan Kapolri). Namun, Presiden Joko Widodo menugaskannya sebagai Menteri Dalam Negeri pada kabinetnya dan Tito bersedia. Maka, berakhirlah karir cemerlang Tito Karnavian selama 32 tahun di Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

Presiden Joko Widodo memilih Kabareskim (Kepala Badan Reserse dan Kriminal) Mabes Polri Komjen Idham Aziz sebagai pengganti Tito. Setelah dinyatakan lulus dari uji fit and proper di DPR, Idham Azis pun dilantik sebagai Kapolri di Istana Negara Jakarta, Jumat (1/11/2019) pagi. Idham pun menyandang pangkat empat bintang menjadi jenderal polisi.

Idham Azis adalah alumnus Akpol 1988. Ia adik kelas Tito Karnavian yang tercatat sebagai alumnus 1987. Namun, dari sisi usia, Idham 20 bulan lebih tua, sehingga ia hanya memiliki waktu sampai Januari 2021 sebelum memasuki masa pensiun di usia 58 tahun. Bisa saja ia diperpanjang bila Presiden RI menghendaki. Namun dengan perhitungan jadwal reguler, ia hanya punya waktu 14-15 bulan di kursi panas Kapolri.

Tak heran, bila Idham Azis merasa tak perlu menyampaikan visi dan misi sewaktu menjalani uji fit and proper di Komisi III DPR RI. Ia hanya menyampaikan lima prioritas jika menjabat Kapolri. Yang pertama ialah mewujudkan SDM unggul, yang antara lain akan dihadirkan dengan rekrutmen pejabat Polri secara transparan, bersih, serta berbasis meritokrasi dan kompetensi. Yang kedua, pemantapan pemeliharaan keamanan dan ketertiban dengan mengoptimalkan deteksi dini dan intelijen.

Prioritas ketiga, penguatan penegakan hukum yang profesional dan berkeadilan. Yang keempat pemantapan manajemen media, dengan menjadikan media pers sebagai mitra dalam menyampaikan prestasi institusinya. Terkait hal ini pula, ia akan akan mengelola isu media sosial secara cermat, seraya bekerja dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Sandi dan Siber Negara, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta instansi lainnya. Yang kelima, menguatkan sinergisitas dan penataan kelembagaan.

Idham Azis pun menyatakan komitmennya, yakni mengamankan pembangunan nasional, memantapkan soliditas internal dan sinergitas TNI-Polrimewujudkan insan bhayangkara yang bersih serta bebas KKN, menuntaskan kasus yang menjadi perhatian publik, dan menyiapkan suksesi pimpinan polri.

Sebagai Kapolri, Idham Azis punya rekam jejak yang lengkap dengan pengalaman di bidang reserse yang kaya. Lelaki asal Kendari, Selawesi Tenggara itu pernah menjabat Kapolsek Dayeuhkolot, Bandung, tahun 1991, Kapolres Jakarta Barat pada 2008, Direktur Reskrim Polda Metro (2009), Kapolda Sulteng 2014, Kapolda Metro Jaya 2017, lalu Kabareskrim sejak Januari 2019.

Prestasinya di bidang reserse membawa Idham Azis bertugas ikut menangani kasus bom bali I (2002) dan bom bali II (2005), lalu berlanjut ke Densus 88 Antiteror Polri. Dalam penugasan kontra-teroris itulah  Idham Azis dan Tito bergabung dalam satu tim. Keduanya memperoleh kenaikan pangkat istimewa dari AKBP menjadi Komisaris Besar (Kombes). Tahun 2005 setelah berhasil melumpuhkan gembong teroris Dr Azahari 2005 di Batu, Malang, Idham bolak-balik bertugas dalam penanganan terorisme dan gerakan radikalisme bersenjata di Poso. Jejak rekam itu membuat karirnya melesat.

Kini sebagai Kapolri, Jenderal Idham Azis juga akan berada di kursi panas seperti para pendahulunya. Banyak pekerjaan rumah yang ditinggalkan Tito Karnavian, mulai kasus penyerangan atas penyidik KPK Novel Baswedan, korban demo massa di seputar Pemilu 2019, korban aksi massa menjelang pelantikan Presiden Joko Widodo, kekerasan di Papua, serta gerakan radikalisme yang mengatasnamakan agama.

Boleh jadi, Idham Azis pun akan meninggalkan PR buat penggantinya. Bila berjalan sesuai jadwalnya, 14-15 bulan di kursi Kapolri juga cukup membuat energinya terkuras. Tito termasuk yang harus melewati waktu yang lebih panjang di sana. Kapolri sebelumnya, Jenderal Badrodin Haiti, menjabat 16 bulan, dan pendahulunya Jenderal Sutarman hanya 14 bulan. Sebelumnya lagi, Jenderal Timur Pradopo menjabat cukup panjang, yakni tiga tahun (22 Oktober 2010 – 25 Oktober 2013).

Pendahulu Jenderal Timur Pradopo adalah Jenderal Bambang Hendarso Danuri, yang menjabat Kapolri selama 24 bulan. Bambang Hendarso menggantikan seniornya, Jenderal Sutanto yang juga duduk di kursi TB-1 selama dua tahun. Namun, sebagai institusi yang matang, dengan tata kelola yang mapan, dan tradisi organisasi yang panjang, pergantian pucuk pimpinan tak akan membuat guncangan. (

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *