by

Bukti Kekuatan dan Keterkendalian Hadapi Kemarau Panjang

MARGOPOST.COM | Ketahanan pangan Indonesia dalam kondisi kuat, meski terjadi kemarau yang berkepanjangan. Musim kemarau yang berkepanjangan di negeri ini segera berakhir. Di sejumlah daerah, kita sempat menyaksikan kekeringan melanda daerahnya akibat hujan yang tak kunjung turun selama berbulan-bulan.

Namun, selama musim kemarau itu kita tidak mendengar adanya kondisi kekurangan pangan di sejumlah daerah seperti yang terjadi beberapa tahun yang lalu. Kondisi itu, harus diakui tidak terlepas dari kondisi ketahanan pangan yang tetap terkendali dan terjaga.

Tak dipungkiri, produksi pangan dalam lima tahun ini terakhir terbukti, inflasi pangan berhasil tetap terjaga. Indikator itu bisa terlihat pada 2014, tingkat inflasi pangan masih sangat tinggi, yakni sebesar 10,57%, jauh di atas infilasi umum yang pada waktu itu sekitar 8,36%.

Angka tersebut berangsur turun hingga 2017 menjadi 1,26%, dan merupakan inflasi terendah dalam sejarah Indonesia. Begitu juga dengan kesejahteraan petani. Bisa dikatakan kesejahteraan itu semakin membaik.

Menurut Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertanian (Kementan) Ketut Kariyasa, daya beli atau tingkat kesejahteraan petani pada September 2019 relatif membaik dibandingkan pada bulan sebelumnya.

Hal ini terlihat dari membaiknya Nilai Tukar Petani (NTP) 0,63% dari 103,22 menjadi 103,88 dan membaiknya Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) sebesar 0,02% dari 113,29 menjadi 113,31.

“Kenaikan drastis NTP dan NTUP terjadi dalam 3 bulan terakhir ini. Pemerintah telah bekerja keras memenuhi target-target produksi,” kata Ketut. Menurutnya, kenaikan NTP ini disebabkan oleh indeks harga yang diterima petani (It) naik sebesar 0,14%, sedangkan indeks harga yang dibayar petani (Ib) turun 0,49%.

Berdasarkan data-data di atas, wajar saja isu soal kenaikkan harga pangan masih bisa dikendalikan. Artinya, ketahanan pangan negara ini tetap terjaga dan terkendali. Ini diakui oleh Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaeman.

Menurutnya, ketahanan pangan Indonesia dalam kondisi kuat meski terjadi kemarau yang berkepanjangan. Bahkan seperti diketahui, sejumlah daerah di Indonesia mengalami kekeringan akibat hujan yang tidak kunjung turun selama berbulan-bulan.

“Kekeringan tidak mengganggu (ketahanan pangan) karena infrastruktur sudah kita bangun 4 tahun, jadi ketahanan pangan kita kuat,” ujarnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (18/9/2019).

Kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Amran mengaku, sudah melaporkan bahwa ketersediaan pangan Indonesia aman. Bahkan, stok beras melimpah yakni 2,4-2,5 juta ton.

Hingga akhir 2019, Mentan menyakini akan ada 7-10 juta ton beras hasil panen petani. Sementara itu kebutuhan beras masyarakat Indonesia ada di angka 2,5 juta ton per bulan. “Kami laporkan Alhamdulillah semua posisi aman terutama beras, stoknya lebih dari cukup. Bahkan kami sewa gudang di Jawa Timur.”

Sudah Diantisipasi

Tak dipungkiri, kemarau panjang dari April hingga Oktober ini, pemerintah cukup antisipatif tertutama untuk tetap terjaganya soal ketahanan pangan tersebut. Kunci dari semua itu adalah infrastruktur yang tetap terjaga.

Hal itu diakui oleh Kementerian Pertanian (Kementan). Menurut Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy, kementerian itu sudah membantu menyediakan infrastruktur yang diperlukan bagi daerah-daerah terdampak kekeringan dengan menyediakan paket bantuan kepada petani.

Pertama adalah pompanisasi dan pipanisasi. Bantuan tersebut digunakan untuk menarik air dari sumber-sumber yang ada, baik dari sungai maupun mata air. “Contohnya di Purwakarta, Jawa Barat. Kami sediakan pipa sepanjang 3.700 meter untuk menarik air dari sungai. Ini bisa menyelamatkan lahan sawah seluas 1.500 hektar (ha) yang terancam gagal panen,” ungkap Sarwo Edhy.

Begitu juga di Indramayu, Cirebon, Brebes, dan Tegal. Intinya, daerah-daerah yang terancam kekeringan jika ada sumber airnya akan dibantu dengan pompa dan pipa.

Kedua, kementan juga menyediakan pembangunan embung atau long storage. Ini program untuk kelompok tani guna menampung air di musim hujan (bank air) kemudian dialirkan ke sawah di musim kemarau.

Ketiga, membangun sumur dangkal (sumur bor) di lahan-lahan yang mengalami kekeringan. Sumur bor ini dalamnya bisa mencapai 60 meter. Ini juga cukup membantu dalam mengatasi kekeringan.

Keempat, petani diimbau untuk ikut program asuransi Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP). Dengan asuransi ini, jika ada lahan padinya mengalami kekeringan hingga 70% akan dapat ganti rugi sebesar Rp6 juta per ha per musim.

Selain penyediaan sejumlah paket, ada beberapa daerah yang punya cara khusus untuk menghadapai musim kemarau. Misalnya, petani di Desa Sindangkerta, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu, mereka punya cara khusus untuk menghadapi musim kemarau agar lahan sawahnya tidak mengalami gagal panen.

Dalam konteks ini, Kementan juga turut memperkuat koordinasi dengan Tim Upaya Khusus (Upsus) yang ada di berbagai daerah. Tugas mitigasi dan antisipasi kekeringan merupakan bagian dari tugas Upsus untuk peningkatan produksi padi, jagung, dan kedelai (pajale).

Oleh sebab itu, pendampingan dan upaya untuk menggerakkan serta mengkoordinasikan petani dan kelompok tani dalam mengatasi kekeringan dilakukan bersama di bawah koordinasi penanggung Upsus (Satgas) di setiap daerah provinsi dan kabupaten/kota yang mengalami kekeringan.

Terlepas dari semua itu, kemarau panjang tahun ini harus diakui tidak ada gejolak pangan yang krusial termasuk soal harga pangan. Artinya, ketahanan pangan terutama harga bahan pokok cukup tetap terjaga. Ini tentunya menjadi harapan masyarakat.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *