by

Mendongkrak Efisiensi dan Produktivitas

MARGOPOST.COM  |  — Pelaksanaan industri 4.0 meningkatkan produktivitas dan efisiensi hingga 40 persen. Seluruh sektor manufaktur di Tanah Air disiapkan menghadapi dan menerapkan teknologi era digital.

Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengatakan bahwa implementasi Industri 4.0 dinilai dapat membawa manfaat bagi perusahaan yang menerapkannya, terutama akan terjadinya peningkatan pada produktivitas dan efisiensi hingga 40 persen.

Dalam kurun waktu satu tahun penerapan peta jalan Making Indonesia 4.0, Kemenperin telah meluncurkan INDI 4.0 sebagai indeks acuan bagi industri dan pemerintah dalam mengukur tingkat kesiapan industri bertransformasi menuju industri 4.0. Indeks ini merupakan yang kedua diluncurkan di dunia, setelah Singapura meluncurkan tahun lalu.

Rata-rata hasil penilaian dari 326 industri yang berpartisipasi di Indonesia Industri 4.0 Readiness Index (INDI 4.0) ternyata mereka cukup siap.  Sebanyak lima industri penerima penghargaan INDI 4.0 tersebut dinilai sudah menerapkan industri 4.0.

Kelima perusahaan industri tersebut adalah PT Indolakto (sektor industri makanan dan minuman), PT Pupuk Kaltim (sektor industri kimia), PT Pan Brothers, Tbk (sektor industri tekstil), PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (sektor industri otomotif), serta PT Hartono Istana Teknologi (sektor industri elektronika).

Selanjutnya, Kemenperin menunjuk PT Schneider Electric Manufacturing Batam (PT SEMB) sebagai Lighthouse Industri 4.0 di Indonesia. Perusahaan tersebut dinilai berhasil melakukan transformasi digital sehingga mampu mengadopsi digital attitude dan menerapkan model operasional yang baru dan efisien di perusahaan.

Menurut Menperin, setidaknya ada empat hal penting dalam implementasi industri 4.0. Pertama, pemanfaatan teknologi. Kedua, investasi, diperlukan untuk mendukung ketersediaan teknologi. Ketiga, pendidikan yang ditransformasi untuk memberikan retraining bagi SDM industri. Dan keempat, inovasi itu sendiri karena merupakan kunci industri 4.0.

Untuk itu, Kemenperin sudah melakukan MoU dengan Fraunhofer Jerman dan National Research Center di Korea Selatan sehingga pelaku industri di Indonesia bisa masuk dalam level yang sama dengan negara-negara lain.

Penerapan Making Indonesia 4.0 diharapkan dapat mendorong industri Tanah Air sehingga mampu tampil maksimal di mata dunia, karena Indonesia merupakan official partner country di Hannover Messe 2020. Indonesia akan menjadi partner country pertama dari ASEAN bagi pameran yang menjadi induk pameran industri di Eropa, sekaligus tempat kelahiran Industri 4.0.

Airlangga juga berharap, sebagai partner country Hannover Messe 2020, Indonesia dapat mempercepat adopsi teknologi serta membuka kesempatan industri Internet of Things (IoT) untuk meningkatkan industri elektronika di dalam negeri.

Selain itu juga bisa membangun innovation center termasuk mengembangkan klaster Silicon Valley di Indonesia yang salah satu prototipenya sudah ada di Serpong.

Salah satu langkah selanjutnya yang ditempuh Kemenperin adalah membangun innovation center yang setara dengan digital capability center di Singapura, bekerja sama dengan penyedia teknologi, penyedia software (tier 2) serta industri yang siap menjadi pionir. Ada sekitar 20 perusahaan Indonesia yang menjadi member digital capability center di Singapura, artinya sudah banyak yang siap masuk era Industri 4.0.

Direktur Inovasi Kerja Sama dan Kealumnian (IKK) ITS Arman Hakim Nasution menyebut, progress roadmapMaking Indonesia 4.0 perlu diacungi jempol. Menurutnya, hanya dalam setahun telah mampu menelurkan hasil initial assessment kesiapan menuju era 4.0 dalam bentuk INDI 4.0.

Selain itu, kata Arman, potensi infrastruktur koneksi internet Indonesia masuk ranking 100 dunia, dengan peringkat fixed broadband pada 2016 ada di ranking 89 dengan kecepatan 13,30 mbps. Arman menilai, potensi infrastruktur ini harus ditingkatkan agar sejajar dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Making Indonesia 4.0 menargetkan, bakal mengembalikan sumbangsih rasio ekspor netto terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional sebesar 5%-10% pada 2030. Kenaikan signifikan ekspor netto ini akan menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Sehingga perlu mengakselerasi ekspor produk yang memiliki nilai tambah.

Dalam hal ini, Kementerian Perindustrian serius menjalankan kebijakan hilirisasi industri, yang juga mampu membawa efek berantai pada penyerapan tenaga kerja dan penerimaan devisa.

Ekspor industri pengolahan non migas 4 tahun terakhir :

2015 : USD108,6 miliar

2016 : USD110,5 miliar

2017 : USD125,1 miliar

2018 : USD130 miliar

Kemenperindag sedang fokus memacu kinerja ekspor lima sektor industri yang mendapat prioritas pengembangan berdasarkan Making Indonesia 4.0. Lima sektor itu adalah industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronika, dan kimia. Apalagi, lima kelompok manufaktur tersebut mampu memberikan kontribusi sebesar 65% terhadap total nilai ekspor nasional.

Implementasi industri generasi keempat atau industri 4.0  mampu membuat nett ekspor (ekspor bersih dikurang impor) menjadi 10 persen 2030 atau 13 kali lipat dibandingkan saat ini. Indonesia memiliki potensi besar untuk menerapkan industri 4.0, karena sedang menikmati bonus demografi hingga 2030. Negara-negara seperti Cina, Jepang, dan Korea mengalami booming pertumbuhan pada saat bonus demografi dan masa ini adalah peak performance bagi Indonesia untuk mengakselerasi ekonominya.

Penerapan industri 4.0 juga akan mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi hingga 1 hingga 2 persen, penyerapan tambahan lebih dari 10 juta tenaga kerja, dan peningkatan kontribusi industri manufaktur pada perekonomian.

Berdasarkan riset Mckinsey, guna mencapai sasaran tersebut, Indonesia membutuhkan 17 juta tenaga kerja melek digital, dengan komposisi 30 persen di industri manufaktur, dan 70 persen di industri penunjangnya. Ini berpotensi memberikan tambahan hingga USD150 miliar kepada ekonomi Indonesia.

Adapun lima sektor industri yang akan menjadi tulang punggung untuk mencapai aspirasi besar Making Indonesia 4.0, yakni industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, serta elektronika. Kelompok manufaktur ini dipilih karena dinilai mempunyai daya ungkit yang tinggi.

Merujuk data Badan Pusat Statistik, pertumbuhan produksi industri manufaktur skala besar dan sedang pada 2018 mengalami peningkatan sebesar 4,07 persen dibanding tahun 2017. Kenaikan tersebut terutama disebabkan terdongkraknya produksi industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki, yang naik 18,78 persen.

Pertumbuhan produksi industri mikro dan kecil (IMK) naik hingga 5,66 persen dibandingkan tahun 2017. Lonjakan ini disebabkan meningkatnya produksi industri percetakan dan reproduksi media rekaman yang mencapai 21,73 persen.

Adapun jenis-jenis industri manufaktur mikro dan kecil yang mengalami kenaikan tertinggi pada 2018 meliputi industri pencetakan dan reproduksi media rekaman yang naik 21,73 persen dibandingkan tahun 2017.

Industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia naik 17,91 persen, industri peralatan listrik naik 15,02 persen, industri logam dasar naik 13,42 persen, serta jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan naik 12,72 persen.

Digitalisasi mendorong pengembangan pabrik masa depan di era industri 4.0 atau Future Factory 4.0. Ini menjadi inisiatif yang bertujuan membantu perusahaan-perusahaan manufaktur, termasuk industri kecil dan menengah (IKM), untuk beradaptasi dengan tekanan persaingan global dan perkembangan teknologi terbaru.

Melalui 10 program prioritas nasional yang ada di Making Indonesia 4.0, akan mencapai aspirasi besarnya untuk menjadikan Indonesia masuk  jajaran 10 negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada 2030.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *