by

Menanti Hadirnya Satria di Langit Indonesia

Pertengahan 2019 semua kabupaten dan kota [di seluruh Indonesia] sudah terhubung dengan internet berkecepatan tinggi.Pertengahan 2019 semua kabupaten dan kota [di seluruh Indonesia] sudah terhubung dengan internet berkecepatan tinggi.

MARGOPOST.COM | JAKARTA – Keseriusan pemerintah dalam membangun infrastruktur broadband—penyediaan akses internet berbasis broadband—secara perlahan tapi pasti mulai dirasakan oleh seluruh masyarakat.

Bayangkan, masyarakat di Pulau Morotai, Maluku Utara, kini tidak lagi mengeluh akses internet lemot. Benar, pulau yang tercatat sebagai beranda terdepan Indonesia di kawasan Asia Pasifik itu kini bisa merasakan kecepatan akses internet yang sama dengan saudaranya di wilayah Barat.

Masyarakat Pulau Morotai bisa menikmati layanan internet setelah jaringan fiber optik Palapa Ring Tengah telah selesai 100%. Sama dengan jaringan Palapa Ring Barat. Yang tersisa adalah Palapa Ring Timur yang sudah mencapai 95%.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, Palapa Ring Barat dan Tengah telah 100% selesai masa konstruksinya. Sedangkan, Palapa Ring Timur sudah 95%, dan ditargetkan akan selesai dikerjakan pertengahan 2019.

“Pertengahan 2019 ini, semua kabupaten dan kota [di seluruh Indonesia] sudah terhubung dengan internet kecepatan tinggi atau broadband,” ucap Menteri Rudiantara.

Namun, pemerintah sangat menyadari kondisi geografis negara ini sebagai negara kepulauan dengan 17.000 pulaunya dibutuhkan kombinasi infrastruktur broadband terrestrial dan satelit untuk bisa memenuhi layanan internet berkecepatan tinggi tersebut.

Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika—dahulu bernama Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika/BP3TI—telah mengindifikasi kebutuhan layanan dari titik-titik pelayanan pemerintah yang membutuhkan koneksi broadband, termasuk dukungan dari satelit.

Lembaga itu mengindetifikasi ada 149.000 titik lokasi layanan, baik di sektor pendidikan, kesehatan, kepolisian, pertahanan, dan keamanan serta pemerintahan dalam negeri yang masih membutuhkan dukungan satelit selain jaringan broadband fiber optik terrestrial.

Atas landasan pentingnya dukugan satelit itu, inisiasi pengadaan satelit pun diupayakan. Karena sangat vitalnya kebutuhan dukungan satelit itu, proyek pengadaan satelit multiguna itu pun masuk dan terdaftar sebagai salah satu proyek strategis nasional sesuai yang tertera di Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP).

Kini, tender pengadaan satelit multifungsi atau satelit bernama Satria, kependekan dari Satelit Republik Indonesia pun telah tuntas. Pemerintah baru saja mengumumkan pemenang pengadaan satelit itu, Kamis (18/4/2019).

Konsorsium PSN

Pemenangnya adalah konsorsium Pasifik Satelit Nusantara (PSN). PSN menggandeng PT Pintar Nusantara Sejahtera, PT Dian Semesta Sentosa, dan PT Nusatara Satelit Sejahtera dalam satu konsorsium.

Konsorsium PSN memenangkan tender pengadaan satelit sebagai bagian proyek kerja sama pemerintah dengan badan usaha satelit multifungsi pemerintah dengan nilai mencapai Rp20,708 triliun. Nilai sebesar itu tidak termasuk biaya Biaya Hak Penggunaan (BHP) Frekuensi dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Konsorsium PSN sebagai pemenang tender dan penanggung jawab Proyek Kerjas Sama (PJPK) akan melaksanakan proyek dengan skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha selama 15 (lima belas) tahun sejak tanggal operasi komersial.

Sebelum adanya pengumuman pemenang lelang satelit itu, proses pengadaannya pun cukup panjang. Bahkan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sampai perlu mengundang kurang lebih 100 peserta yang meliputi investor yang bergerak di bidang perusahaan VSAT, perusahaan satelit, operator telekomunikasi, lembaga keuangan, dan konsultan terkait.

Beberapa perusahaan yang hadir dan tertarik antara lain Arianespace, Aerospace Industrial Development Taiwan, Aerospace Long-March International Trade Co. Ltd, Thales Indonesia, Anhui Sun Create Electronics Co., Ltd.

Kemudian, PT Selindo Alpha, PT Iroda Mitra, PT Pasifik Satelit Nusantara, SES Network, PT Damai Persada Investama, China Telecom, PT Telekomunikasi Indonesia, PT Indosat Tbk, Telkomtelstra, Deloitte, PwC.

Juga, Bank of China, Credit Agricole CIB, Citibank, China Export and Credit Insurance Corporation (Sinosure) dan perwakilan atase perdagangan Amerika Serikat, Perancis dan Rusia.

Berkaitan dengan pengadaan Satria, Dirut Bakti Anang Latif mengemukakan satelit Satria akan menjadi andalan bagi daerah-daerah yang sulit terjangkau jaringan kabel serat optik untuk terhubung ke internet cepat.

Konfiguasi satelit ini sudah cukup canggih, yakni satelit multifungsi dengan teknologi High Throughput untuk menghadirkan internet cepat. Pertimbangan menggunakan satelit multifungsi ini didasari oleh faktor efisiensi biaya dan cakupan yang luas.

Bakti—sebagai penanggungjawab proyek satelit Satria—beralasan bila pemerintah menggunakan satelit konvensional, mereka harus menggelontorkan uang sewa sebesar Rp18 juta untuk setiap megabite per detik (Mbps). Sementara itu, dengan satelit Ku-band, angkanya turun menjadi Rp6 juta per Mbps.

Dengan satelit multifungsi, biaya per Mbps dapat menjadi lebih murah yaitu Rp1 juta per Mbps. “Satelit ini menjawab persoalan konektivitas. Ke depannya kita bisa mendorong sektor konten dan aplikasi,” kata Anang.

Harapan kita semua, Indonesia sebagai negara kepulauan bisa segera terkoneksi melalui jaringan internet berkecepatan tinggi tersebut. Wajar tuntutan perlu segera direalisasi karena peluang berupa adanya bisnis berbasis digital yang cukup menggiurkan sudah ada di depan mata kita. Ekonomi digital adalah harapan baru penopang pertumbuhan negara ini./hdr.-

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *