by

Menyambangi Menara Syahbandar di Titik 0 Km Jakarta

MARGOPOST.COM | JAKARTA – Jakarta tempo dulu memang tidak terpisahkan dengan kisah bangunan-bangunan peninggalan Belanda. Hingga kini beberapa bangunan tersebut ada yang masih bertengger kokoh, namun banyak pula  yang sudah lapuk karena terbengkalai.

Salah satu bangunan peninggalan Belanda yang hingga saat ini masih terjaga dengan baik adalah Menara Syahbandar. Terletak di tepi barat Muara Ciliwung, atau tepatnya terletak di Jalan Pasar  Ikan  No.1, Jakarta Utara, bangunan ini dahulu berfungsi sebagai menara pemantau bagi kapal-kapal yang keluar masuk Kota Batavia melalui jalur laut.

Menara ini juga disebut Uitkijk Post, berfungsi sebagai menara pemantau sekaligus kantor pabean yang memungut pajak kapal-kapal yang hilir mudik keluar-masuk kota Batavia melalui pelabuhan Sunda Kelapa saat VOC berkuasa. Di atas menara ada pos pantau yang digunakan petugas untuk mengawasi situasi lalu-lintas pelayaran.

Jika berkunjung ke sini, kita akan menjumpai ruang museum yang menyimpan berbagai model lampu mercu suar pada zaman dahulu kala. Berbagai jenis lampu mercusuar dipamerkan dengan berbagai keterangan. Ada lampu suar kristal yang ditempatkan di puncak rambu-rambu laut. Ada lampu mercusuar sebagai penerang kapal laut di malam hari, serta ada juga lensa fresnel mercusuar yang berfungsi sebagai kaca pembesar.

Luas menara ini berukuran 4×8 meter dengan tinggi 12 meter. Terdapat 3 tingkat dengan ruangannya masing-masing. Di lantai dasar terdapat prasasti dengan tulisan Tionghoa yang dalam bahasa Indonesia berbunyi Garis Bujur Nol Batavia.

Di lantai dasar, konon digunakan sebagai tempat mengurung awak kapal yang melanggar aturan pelabuhan. Bergeser ke tingkat paling atas, kita akan menemukan ruang pengamatan berbentuk loteng dengan empat jendela besar yang terbuka lebar. Dari jendela ini kita bisa melihat pemandangan Galangan Kapal VOC, Kampung Akuarium, Pasar Ikan, sampai Pelabuhan Sunda Kelapa.

Di halaman Menara Syahbandar terdapat tugu prasasti tahun 1977 yang ditandatangani oleh Gubernur Ali Sadikin. Prasasti ini sebagai penanda Kilometer Nol Jakarta pada waktu itu. Namun, saat ini titik Nol Kilometer dipindahkan di Monumen Nasional (Monas) Jakarta.

Di samping itu, di Menara Syahbandar, terdapat tujuh meriam tembak peninggalan VOC yang menghadap ke arah tertentu. Kabarnya meriam dipasang untuk menghalau musuh. Secara keseluruhan arsitektur bangunan ini masih dipertahankan menyerupai bentuk aslinya berciri khas Belanda.

Dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda pada 1834, Menara Syahbandar ternyata juga menyimpan kisah misterius. Salah satunya adalah keberadaan sebuah terowongan tepat di bawah Menara Syahbandar. Terowongan tersebut berada tepat di ruangan bungker atau ruang bawah tanah. Di dalam bungker tersebut ada sebuah pintu besi yang merupakan pintu masuk terowongan penghubung ke Stadhuis atau yang saat ini lebih dikenal sebagai Museum Sejarah Jakarta dan juga ke Benteng Frederik Hendrik (sekarang Masjid Istiqlal).

Namun ketika disinggung soal ruangan bawah tanah yang konon menyambung hingga Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat,  seorang petugas Menara Syahbandar, Isa Ansyari, menegaskan bahwa cerita itu hanyalah isapan jempol. “Tak ada itu (terowonga-red). Menara Syahbandar digunakan Pemerintah Hindia Belanda sebagai benteng pengawas bagi kapal laut yang keluar-masuk melalui pesisir utara,” tegas Isa.

Menara Syahbandar juga dijuluki Menara Miring, karena miring ke arah selatan akibat turunnya permukaan tanah. Sementara untuk masuk ke Menara Syahbandar, pengunjung cukup merogoh kantong Rp 5 ribu saja./H*

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *