by

Jurus Jitu Pemerintah Atasi Kisruh Penerapan Sistem Zonasi dalam PPDB 2019

MARGOPOST.COM | JAKARTA – “Pak Jokowi, tolong revisi Permendikbud 51. Anak saya enggak bisa sekolah negeri.” Demikian keluhan yang disampaikan langsung oleh seorang pria yang nekat menembus kerumunan warga yang sejatinya tengah menanti momentum untuk bisa bersalaman dengan Presiden Jokowi yang baru usai menghadiri akad nikah putri dari Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar di area Pondok Pesantren Miftachus Sunnah, Surabaya, Kamis, (20/6/2019).

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 memang diwarnai sejumlah persoalan. Dan demi merespons hal itu, Presiden Jokowi pun segera memerintahkan agar kementerian terkait melakukan evaluasi. “Tanyakan kepada Menteri Pendidikan (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) memang di lapangan banyak masalah yang perlu dievaluasi,” tandasnya, ketika itu.

Persoalan yang merudung PPDB 2019, khususnya di Jawa Timur memang cukup serius. Itulah sebabnya, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Hudiyono sempat menghentikan sementara sistem penerimaan siswa baru, sampai menunggu keputusan mendikbud. “Keputusannya, PPDB ditutup. Kami akan konsolidasi dengan kementerian mengenai tuntutan wali murid. Dihentikan sementara mulai siang ini,” ujar Hudiyono, selang sehari sebelum Presiden menerima laporan langsung dari warga.

Kebijakan penghentian itu dilakukan menyusul protes dari calon orang tua murid yang kesulitan mendaftarkan anaknya, terutama untuk jenjang SMK/SMA. Selain di Jawa Timur, PPDB 2019 juga menuai protes dan penolakan dari sejumlah masyarakat di Jawa Barat. Sejatinya, sistem zonasi dalam PPDB sendiri sudah diterapkan sejak 2017. Dan khusus untuk pelaksanaan 2019, sistem zonasi dipayungi oleh Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2019.

Dalam Permendikbud 51/2019 itu diatur penerimaan murid baru dilakukan lewat tiga jalur. Yaitu, zonasi (jarak rumah dengan sekolah) dengan kuota minimal 90 persen, prestasi dengan kuota maksimal 5 persen, dan jalur perpindahan orang tua dengan kuota maksimal 5 persen. Termasuk dalam kuota 90 persen untuk jalur zonasi, adalah bagi peserta didik yang tidak mampu dan penyandang disabilitas di sekolah yang menyelenggarakan layanan inklusif.

Sebagaimana diketaui, salah satu tujuan sistem zonasi untuk pemerataan kualitas pendidikan dan menghapus stigma sekolah favorit. Itulah sebabnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy bahkan telah mendeklarasikan pemberlakuan sistem sebagai era berakhirnya sekolah favorit. Bukan hanya itu, sistem zonasi juga ditujukan sebagai hilir bagi pemerataan pendidikan nasional, selain juga sebagai sarana pendidikan karakter bagi siswa. Namun memang, implementasi dari niat baik itu tak selamanya berlangsung mulus. Terlebih, sosialisasi dan koordinasi antarpemangku kebijakan itu nyatanya tidak berlangsung maksimal.

Kurang Dimaksimalkan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sendiri sesungguhnya telah mengidentifikasi sejumlah hal yang dinilai menjadi pemicu permasalahan dalam penerapan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis sistem zonasi. Sebagaimana dikatakan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad menerangkan sistem penerapan yang menurut aturan diserahkan oleh pemerintah daerah membuat pelaksanaan zonasi menjadi berbeda dari satu daerah ke daerah lainnya.

Nah, pelaksanaan yang berbeda itu tentunya membutuhkan sosialisasi lebih dari pemda ke sekolah dan masyarakat dalam lingkup mereka. Namun, kata Hamid, kenyataannya hal itu kurang dimaksimalkan. “[Sosialisasi] tidak sampai ke masyarakat,” kata Hamid di kantor Kemendikbud, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2019).

Dia menegaskan, sosialisasi ke level sekolah dan kepala dinas itu adalah kewajiban dinas-dinas. Beberapa dinas sudah melakukan dengan baik sehingga di sejumlah daerah masyarakat sudah paham bahwa masa transisinya tiga tahun jadi 2017, 2018, 2019,” ujarnya.

Hal lain yang menurut Hamid bermasalah adalah persiapan setiap pemerintah daerah dalam menentukan zona. Hamid mengatakan, sebelum menetapkan zona, pemda seharusnya mencermati lebih dalam terkait beberapa faktor seperti pendataan penduduk, jarak sekolah, dan akses sekolah dari sejumlah daerah. Artinya, sambung dia, sejumlah pemda belum siap menghadapi masa transisi ini.

Belum lagi, Hamid menambakan, soal pendataan penduduk. Dalam hal ini, Hamid menilai, pemda tidak mempersiapkan diri dengan baik untuk melakukan pendataan jumlah calon peserta didik yang akan masuk SD, SMP, maupun SMA. “Bahkan Pemda belum menghitung lebih lanjut soal daya tampung sekolah negeri yang dimiliki di setiap wilayah,” bebernya.

Seharusnya, Hamid menjelaskan, ketika tahu peta sekolahnya seperti apa, daya tampungnya seperti apa, dan berapa siswa yang akan masuk, pemda melakukan semacam exercise. “Itu untuk menguji apakah daya tampungnya lebih besar dari yang mau masuk atau daya tampungnya lebih kecil,” kata Hamid.

Solusi Kisruh Zonasi

Sebagai tindak lajnjut dari identifikasi persoalan yang menyeruak dalam penerapan sistem zonasi pada PPDB 2019, Kemendibud pun melakukan revisi aturan. Sebagaimana disampaikan Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Muchlis R Luddin, revisi dilakukan setelah mendapatkan masukan dari masyarakat dan juga dari Presiden. “Jadi , Permendikbudnya akan kita revisi,” ujar Muchlis, pada Kamis pekan lalu.

Usul evaluasi dari Presiden yang langsung diakomodasi dalam revisi aturan tersebut adalah terkait kuota jalur prestasi. Disebutkan Mendikbud, kini persentase jalur prestasi menjad lebih luas yakni 5-15 persen.”Salah satunya kuota untuk siswa yang berprestasi dari luar zonasi yang semula lima persen, beliau berpesan supaya perlonggar,” kata Muhadjir, di kantor Kemendikbud, Jumat (21/6/2019).

Kendati begitu, Mendikbud mengatakan, perubahan peraturan itu akan berlaku untuk daerah-daerah yang masih bermasalah, di antaranya di Jawa Timur. Sedangkan bagi daerah lain yang tak punya masalah dengan kuota zonasi PPDB, dia menegaskan, dapat jalan terus berjalan sesuai peraturan sebelumnya. “Untuk daerah-daerah yang sudah pas dengan 5 persen seperti dalam peraturan yang lama, jalan terus,” imbuh Muhadjir.

Selain itu ke depan, Mendikbud mengungkapkan, PPDB sistem zonasi juga akan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres). “Sekarang sedang dalam proses untuk membentuk Perpres. Itu akan memetakan seluruh populasi siswa sehingga nanti akan mudah menyesuaikannya termasuk kekurangan guru, ketimpangan sarana prasarana,” ujar Muhadjir, pada Jumat (21/6/2019). /hdr.-

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *