MARGOPOST.COM | BOGOR – Saat menjadi narasumber dalam dialog interaktif RRI yang bertajuk Kampus Bicara di Paseban Sri Baduga, Balai Kota Bogor, Senin (13/08/2018), Wali Kota Bogor Bima Arya menyampaikan perspektifnya terkait ekonomi Indonesia setelah 73 tahun merdeka dan 7 rezim kekuasaan dibandingkan dengan Korea Selatan yang usia kemerdekaannya sama.
Perbandingan kemajuan ekonomi Indonesia dan Korea Selatan alasannya karena hari kemerdekaan Korea Selatan dua hari lebih cepat dibanding Indonesia, tepatnya 15 Agustus 1945. Sama-sama berangkat dari negara miskin bahkan Korea Selatan lebih miskin dari Indonesia, tetapi bicara kemajuan saat ini Indonesia seperti tertinggal 10 tahun, bahkan lebih dari Korea Selatan.
“Indonesia – Korea Selatan memulai pembangunan pada kondisi, tingkat ekonomi, status sosial, dominasi militer nyaris sama. Tetapi berpuluh tahun kemudian Korea Selatan berlari jauh meninggalkan kita. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut, namun saya melihat ada satu faktor signifikan yang mempengaruhinya, yakni perbedaan karakter kelas menengah,” kata Bima dihadapan semua yang hadir.
Kelas menengah (middle class) di Korea Selatan menurut Bima berkembang menjadi unsur utama dalam mendorong modernisasi dan pembangunan. Sementara kelas menengah di Indonesia adalah kelas menengah “manja”, kelas menengah yang tidak mandiri tergantung pada pemerintah.
Sedangkan kelas menengah di Indonesia seharusnya mandiri secara politik dan kokoh secara ekonomi. Cuma bahayanya, saat ini kelas menengah Indonesia terkontaminasi politik. Bima mengatakan, sebetulnya saat era reformasi kelas menengah sudah mulai menguat tetapi dilemahkan lagi karena dipecah-pecah secara politik.
”Saya termasuk orang yang galau, saat hajat politik jadi memecah dan membelah kita. Sebagai kepala daerah saya lebih memilih untuk tetap bekerja netral mengawal program prioritas,” ujarnya.
Mahasiswa dimata Bima merupakan elemen luar biasa dan vital di kelas menengah, memiliki kekuatan bagi yang sudah selesai dengan dirinya. Tetapi permasalahannya adalah masih banyak mahasiswa yang belum selesai dengan dirinya.
“Punya pemikiran, gagasan tetapi perut masih kosong. Begitu perut diisi, selesai sudah idealismenya. Sepanjang hidup, saya menghabiskan waktu berjuang melakukan pemberdayaan kelas menengah. Kelas menengah harus lebih kritis dan lebih berdaya. Saat ini eranya lebih menarik, karena berkembanglah ekonomi baru dalam bentuk sharing ekonomi digital atau ekonomi kreatif, ini adalah ruang yang besar untuk bangkitnya kelas menengah baru yang mandiri,” tuturnya. (SJS/PUT)
Comment