by

Menggenjot Peringkat Kemudahan Berusaha di Indonesia

MARGOPOST.COM | JAKARTA – Pemerintah menargetkan kemudahan berusaha atau ease of doing business (EoDB) di Indonesia pada tahun 2021 naik dari peringkat ke-73 menuju ke-40 dunia. Sejumlah beleid disiapkan untuk hal itu.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, peringkat kemudahan berusaha ease of doing business (EoDB) di Indonesia belum banyak bergerak dalam tiga tahun terakhir. Hal ini karena memang ada hambatan yang membuat peringkat tersebut tidak meningkat.

“Ini yang sering dan secara detail dilihat oleh Presiden Jokowi, tentang apa yang menjadi penghalang dari EoDB kita, dari trading across border (ekspor-impor), salah satunya masalah bagaimana membayar pajak relatif singkat, efisien, dan pasti,” ungkapnya dalam webinar bertajuk “Akselerasi Indonesia Maju melalui Penanaman Modal dan Insentif Fiskal”, pada 1 April 2021.

Selain itu, masalah lain yang menghambat EoDB adalah memulai bisnis (starting business), pengurusan izin (dealing with construction permit), pendaftaran aset (registering property), serta pelaksanaan kontrak (enforcing contracts). Hal-hal tersebut yang diukur dalam melihat apakah suatu negara menciptakan lingkungan yang sehat, kompetitif, dan sederhana.

“Kalau masyarakat punya ide yang inovatif luar biasa, kemudian dihadapkan pada starting business so difficult, mau bangun usaha susah minta ampun, membuat kontrak bisa dikemplang tanpa konsekuensi. Maka, setiap orang mungkin akan berpikir 1.000 kali untuk memulai sebuah bisnis. Ini makanya dibutuhkan bantuan banyak pihak,” kata Sri Mulyani.

Pada ratas dengan topik “Akselerasi Peningkatan Kemudahan Berusaha” yang digelar di Istana Negara, Jakarta Pusat, pada 12 Februari 2020, Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta kepada jajarannya agar memperbaiki prosedur memulai berusaha di Indonesia. Jokowi menilai, proses memulai usaha di Indonesia masih berbelit-belit. “Masalah utama yang harus kita benahi adalah prosedur dan waktu yang harus disederhanakan,” kata Jokowi.

Jokowi menyebut, memulai usaha di Indonesia melewati prosedur dan waktu panjang, yaitu membutuhkan 11 prosedur dengan waktu selama 13 hari. Jokowi pun membandingkan dengan Tiongkok. “Kalau kita bandingkan dengan Tiongkok, prosedurnya hanya empat, sedangkan waktunya hanya sembilan hari. Artinya kita harus lebih baik dari mereka,” ujar Jokowi.

Pemerintahan Jokowi sebenarnya sudah mampu menaikan indeks kemudahan berusaha. Pada 2014, Indonesia berada pada posisi di 120. Tapi pada 2018, peringkat kemudahan berusaha atau EoDB Indonesia sempat melonjak dari posisi 91 di tahun sebelumnya menjadi peringkat ke-72. Sayangnya pada 2019 posisi Indonesia sedikit turun ke urutan 73 dan tetap di peringkat yang sama pada tahun lalu.

Dalam berbagai kesempatan Presiden Jokowi memang mewanti-wanti untuk segera memperbaiki hal-hal itu. Utamanya, Presiden Jokowi mengingatkan, untuk memperbaiki sejumlah indikator yang masih berada di atas 100. Terdapat empat komponen yang berada pada peringkat 100, yakni kemudahan memulai usaha yang masih berada di peringkat 140. Lalu, permasalahan izin bangunan yang berada di posisi 110. Selanjutnya pencatatan tanah dan bangunan yang merosot ke posisi 106. Dan trading across border yang stagnan di 116.

Presiden Jokowi juga menyinggung dua komponen di bawah 100 yang peringkatnya merosot. Keduanya yakni kemudahan memperoleh kredit atau getting credit yang turun dari 44 ke 48 dan penyelesaian kepailitan atau resolving insolvency, yakni dari posisi 36 ke 38.

Diketahui ada 10 indikator yang menjadi ukuran kemudahan berusaha di suatu negara yakni kemudahan memulai usaha, kemudahan memperoleh sambungan listrik, pembayaran pajak, pemenuhan kontrak, penyelesaian kepailitan, pencatatan tanah dan bangunan, permasalahan izin pembangunan, kemudahan memperoleh kredit, perlindungan investor, dan perdagangan lintas negara.

Presiden Jokowi meminta Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Kepala BKPM Bahlil Lahadalia untuk mengawasi dan mengevaluasi secara berkala sejumlah komponen yang masih bermasalah. “Saya minta perhatian EoDB tidak hanya ditujukan untuk pelaku menengah dan besar, tapi juga diutamakan usaha mikro, usaha kecil. Tujuannya agar fasilitas kemudahan berusaha ini diberikan, baik dalam penyederhanaan atau mungkin tidak usah izin hanya registrasi biasa,” kata Presiden.

Pemerintah menargetkan EoDB Indonesia 2021 naik dari peringkat ke-73 menuju peringkat ke-40 dunia. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sejak 2019, dan kementerian/lembaga (K/L) menerbitkan sejumlah beleid yang diyakini dapat memperbaiki penilaian Bank Dunia terhadap 10 indikator EoDB.

Aturan yang dimaksud adalah:

  1. Lampiran Peraturan Pemerintah (PP) nomor 28 tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Kemenkumham Nomor I.A.3.b
  2. SE-35/PJ/20119 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran Wajib Pajak dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara Elektronik
  3. Permenaker nomor 4/2019 tentang Perbaikan Implementasi Perizinan Terintegrasi melalui OSS, Wajib Lapor Ketenagakerjaan Diintegrasikan dengan NIB
  4. SE Mendagri nomor 503/6491/SJ tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan dan Nonperizinan di Daerah Menghapuskan SKDU
  5. SE Dirjen AHU nomor AHU.UM.01.01.-580 tahun 2019 yang Mewajibkan Notaris untuk Melakukan Pemesanan Nama dan Pengesahan Pendirian PT dalam Satu Prosedur
  6. Permen PUPR nomor 02/2020 tentang Izin Mendirikan Bangunan dan Gedung. Penurunan biaya melalui penurunan indeks fungsi usaha untuk bangunan gudang dari sebelumnya 3 menjadi 0,5.
  7. Permen PUPR nomor 03/2020 tentang Sertifikat Layak Fungsi. Percepatan penerbitan SLF untuk yang menggunakan desain prototype menjadi satu hari.
  8. Surat Keputusan Kepala DPMPTSP DKI Jakarta nomor 14/2020 tentang Peningkatan Pelayanan Publik
  9. Permen ATR/BPN nomor 3 tahun 2019 tentang Penerapan Tanda Tangan Elektronik
  10. Permen ATR/BPN nomor 7 tahun 2019 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP tahun 2019 tentang Pendaftaran Tanah
  11. Permen ATR/BPN nomor 9 tahun 2019 tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi secara Elektronik
  12. Per-Dirjen Pajak nomor PER-21/PJ/2019 yang berisi kemudahan Proses Penelitian Pemenuhan Kewajiban Pembayaran PPh
  13. Surat Diretkut Utama PT PLN (Persero) nomor 0105/AGA.01.01/0.1/0000/2020 tanggal 31 Januari 2020 perihal Reformasi Pelayanan Penyambungan Listrik.
  14. Permen ESDM nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri ESDN nomor 28 tahun 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh PT PLN (Persero).
  15. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 117/PMK.03/2019 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak
  16. Surat Edaran Dirjen Pajak nomor SE-36/PJ/2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perhitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
  17. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 42/POJK.03/2019 tentang Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan
  18. Perlindungan Investor Minoritas
  19. POJK nomor 14/POJK.04/2019 tentang Penambahan Modal Perusahaan Terbuka dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD).
  20. SE Dirjen Perhubungan Laut nomor SE 18 tahun 2019 tentang Pedoman Penerapan Sistem Pesanan secara Elektronik untuk Barang Impor di Pelabuhan
  21. SE Dirjen Bea Cukai nomor SE-20/BC/2019 tentang Peningkatan Layanan Ekspor dan Impor
  22. SE Dirjen Perhubungan nomor PM 121 tahun 2018 tentang Jenis, Struktur, Golongan, dan Mekanisme Penetapan Tarif Jasa Kepelabuhan
  23. Peraturan Mahkamah Agung (MA) nomor 1 tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik
  24. Peraturan MA nomor 4 tahun 2019 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana
  25. SK KMA 271/KMA/SK/XII/2019 tentang Petunjuk Teknis Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Tingkat Banding
  26. Peraturan MA nomor 1 tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *