by

Dampak Amukan Badai Seroja pada Dini Hari

“Seperti arahan Presiden Jokowi, saya hadir untuk memastikan ketersediaan logistik dan kebutuhan dasar para pengungsi. Saya harus memastikan mereka semua mendapat makanan,” kata Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini di Pulau Adonara, Flores Timur.

MARGOPOST.COM |  Turun dari helikopter Dolphin yang membawanya dari Kota Larantuka, Flores Timur, Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini harus melewati jalan becek dan berlumpur. Ia menukar sepatunya dengan boots ketika meninjau dampak banjir bandang yang menerjang Pulau Adonara di Kabupaten Flores Timur. Didampingi Bupati Flores Timur Hubertus Gege Hadjon, Menteri Risma berkeliling melihat situasi, baru kemudian singgah ke kantor Kecamatan Adonara Timur, Selasa (6/4/2021).

‘’Saya minta saudara mencari delapan lokasi yang cocok untuk dapur umum. Bawa bahan makanan itu segera ke sana,’’ kata Risma pada sejumlah petugas yang siaga di kantor kecamatan itu. Kemudian, Risma kembali melanjutkan diskusinya dengan sejumlah pejabat Flores Timur. “Seperti arahan Presiden Jokowi, saya hadir untuk memastikan ketersediaan logistik dan kebutuhan dasar para pengungsi. Saya harus memastikan mereka semua mendapat makanan,” kata Risma.

Mensos Risma adalah pejabat kedua yang datang ke Flores Timur setelah Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Doni Monardo yang hadir hari sebelumnya. Keduanya terjun  ke lapangan mengecek keadaan terkait penanggulangan bencana, akibat Siklon Tropis Seroja yang mengamuk di sekitar Laut Sawu, perairan di antara Pulau Sumba, Pulau Flores, Pulau Adonara, Pulau Lembata, Kepulauan Alor, hingga Pulau Timor dan Pulau Rote.

Siklon Tropis Seroja ini mendatangkan hujan badai yang dahsyat. Hujan disertai angin menghantam hampir seluruh area Nusa Tenggara Timur (NTT), bahkan sampai Timor Leste, dengan intensitas sedang, deras, hingga ekstrem. Laut Sawu bergolak. Muncul gelombang setinggi 4-6 meter di tengah laut yang menghasilkan gelombang pasang dengan terjangan ombak setinggi 1–1,5 meter di pantai.

Di daratan, siklon tropis itu mendatangkan amukan hujan-angin berjam-jam lamanya, disertai petir, dan menimbulkan serentetan kerusakan. Ada luapan air sungai, rob, banjir bandang, bahkan banjir lahar dingin, dan tanah longsor di Pulau Lembata. Pohon-pohon tumbang, rumah hanyut, jembatan rontok oleh  derasnya air sungai, banjir lumpur, dan sejumlah dampak lainnya yang terjadi hampir serentak pada dini hari hingga pagi hari Minggu 4 April lalu.

BNPB menyatakan, banjir bandang disertai tanah longsor yang menerjang NTT kali ini merupakan bencana alam yang  paling parah, setidaknya pada 10 tahun terakhir ini, dan kemungkinan dalam beberapa dekade. “Mungkin ini dampak yang paling besar sejak dulu, tapi (paling tidak) pada satu dekade ini,” kata Raditya Jati, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, dalam telekonferensi pers, Rabu (7/4/2021).

Setidaknya 12 kabupaten-kota di NTT terdampak bencananya, mulai dari Kabupaten Sumba Barat, Sumba Timur, Kabupaten Ngada, Ende, Flores Timur (termasuk Pulau Adonara), Kabupaten Pulau Lembata, Kabupaten Kepulauan Alor, dan Kabupaten Rore Ndao.  Di Pulau Timor (Indonesia) yang terdampak adalah Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Malaka. dan Kepulauan Sawu. Masing-masing dengan level kerusakan yang berbeda. Yang terparah ialah Flores Timur, Lembata, serta Kepulauan Alor.

Sampai Rabu sore (7/4/2021), BNPB mencatat, siklon tropis itu telah mengakibatkan jatuhnya 128 korban jiwa dan 78 lainnya masih dinyatakan hilang. Semua data itu diperoleh dari tiga daerah terparah, yakni Flores Timur, Lembata,dan Kepulauan Alor. Secara keseluruhan 688 rumah warga  yang rusak berat atau hancur, dan 24 fasilitas umum yang mengalami nasib serupa. Ratusan perahu nelayan rusak akibat dihempas ke pantai. Sekitar 8.400 orang harusberada di pengungsian.

Kota Kupang sempat lumpuh pada Minggu (4/4/2021), setelah hujan angin selama hampir 10 jam melanda, menyebabkan pohon-pohon peneduh jalan ambruk atau somplak di sebagian cabangnya. Listrik padam di  sebagian kota disertai genangan air di sejumlah ruas jalan. Hari itu tercatat, curah hujan di Kupang 241 mm. Baru sore hari suasana kota beranjak normal.

Namun, gambaran tentang dahsyatnya amukan badai Siklon Tropis Seroja itu terlihat di Darmaga II Pelabuhan Dolok Kupang. Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Jatra 1, yang dioperasikan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Kupang itu, tampak teronggok miring. Sebagian badan kapal yang berukuran panjang 88 meter dan lebar 16 meter itu terangkat melesak di beton darmaga, sebagian yang lain terendam. Air laut masuk ke lambungnya yang bocor. Semua awak kapal selamat.

Sejak sehari sebelumnya, syahbandar telah menutup pelabuhan. Datangnya badai telah diantisipasi. badan KMP Jatra II pun terikat erat ke dermaga agar aman. Namun, ternyata kekuatan badai telah membentur-benturkan tubuhnya ke dermaga hingga lambungnya koyak. Pada saat yang sama, KMP Namparnos memilih lego jangkar di selat selebar 3 km di antara Kupang dan Kawasan Wisata Pulau Semau.

Rupanya badai membuat arus selat itu bergolak. KMP Namparnos hanyut terseret dan kandas di Pantai Pulau Kambing, pulau mungil yang berada di antara Pulau Semau dan Kota Kupang. Terjadi kerusakan pada kedua kapal yang melayani pelayaran lokal di NTT itu, namun perbaikan pun akan segera dilakukan.

Empat kecamatan di Pulau Adonara menjadi wilayah terparah akibat siklon tropis ini. Curah hujan, yang tercatat 150 mm di kota Kabupaten Larantuka, membuat delapan desa di pulau itu diterjang banjir bandang. Bahkan, di Desa Lamanele, Kecamatan Ile Bolang, air bah yang datang dini hari itu membawa lumpur tebal yang merendam puluhan rumah warga. Korban jiwa tak terhindarkan.

Pulau Adonara yang luasnya 509 km2 itu hanya berbatas selat selebar 3 km dari Kota Larantuka di Flores Timur. Persis di sisi Timur Adonara, berbatas selat 2–4 km, ada Pulau Lembata (1.260 km2) yang merupakan kabupaten tersendiri. Cerita pilu akan siklon tropis di Lembata itu utamanya dari tiga desa  di lereng Gunung Lewotolo (1.422 m), gunung api aktif yang erupsi terakhirnya tercatat pada 29 November 2020.

Hujan deras dan angin kencang itu yang membuat material vulkanik di puncak Lewotolo tergelincir ke arah lembah. Desa Amaloka, Waimata, dan Waowola, yang berada di kaki gunung diterjang air bah yang membawa lumpur pasir dan batu-batu besar itu. Puluhan rumah tertimbuh pasir serta batu gunung.

Sebagian besar korban dari Lembata berasal dari semenanjung Lewotolo yang terletak di sisi utara Pulau Lembata. Namun, kerusakan fisik terjadi hampir di semua kecamatan. Tak heran bila sejauh ini, hanya Lembata yang menyatakan status tanggap darurat bencana atas daerahnya. Kabupaten/kota yang lain merasa bisa mengelola dampak kerusakan itu tanpa harus menerapkan status darurat.

Jumlah korban dan angka kerugian mungkin masih akan terus bertambah, seiring dengan observasi lapangan yang dilakukan BNPB. Presiden Joko Widodo memerintahkan BNPB, Badan SAR, TNI-Polri, untuk bekerja sama dengan Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kementerian PUPR , jajaran pemerintah daerah, dan masyarakat, agar terus mengevakuasi korban, mengurus yang meninggal, merawat yang sakit atau terluka, menjamin kebutuhan pengungsi, serta merehabitasi fasilitas umum yang rusak.

BNPB telah mengerahkan delapan unit helikopternya ke NTT, terutama untuk penyaluran bantuan pangan dan obat-obatan. Doni Monardo pun mengatakan, setiap  keluarga pengungsi akan menerima bantuan Rp500 ribu per bulan dari BNPB, sampai beberapa bulan ke depan saat hunian sementara sudah tersedia. Ia berharap bantuan itu dipakai untuk mengontrak rumah kerabat atau famili untuk tempat berteduh sementara.

Doni tak ingin pengungsi berkerumun di tenda-tenda pengungsian. ‘’Untuk menghindari penularan  Covid-19,’’ ujar Kepala Satgas Penanggulangan Covid-19 itu.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *