by

Berlipat Ganda dalam Sembilan Dasawarsa

Sepanjang 1930-2010 jumlah penduduk Indonesia berlipat 4,4 kali. Dekade pertama reformasi mencatat laju pertumbuhan penduduk lebih tinggi dari 1990-an.

 

Meski menunjukkan peningkatan trafik, portal Badan Pusat Statistik, yakni bps.go.id, masih berjalan normal, mudah diakses. BPS telah menyiapkan infrastruktur yang memadai untuk pelaksanaan Sensus Penduduk 2020, yang pada tahap pertama 15 Februari–31 Maret 2010, dilakukan secara online. Pada tahap ini, warga diharapkan proaktif meregistrasikan diri dan keluarganya secara online melalui laman bps.go.id.

Dalam kurun satu setengah bulan ini, diperkirakan jutaan visitor akan berbondong-bondong masuk ke laman BPS untuk mengisi formulir sensus. Ada 22 pertanyaan di sana terkait identitas diri warga serta keluarganya. Elemen identitas yang ditanyakan, antara lain, nama lengkap, tempat/tanggal lahir, agama, suku, pendidikan, dan pekerjaan. Mereka yang meregistrasi secara online akan dijaring melalui sensus manual: petugas pencatat akan datang dari rumah ke rumah.

Sensus 2010 ini adalah kali ketujuh dilakukan sejak Indonesia merdeka. Kali pertama digelar 1961, dan seterusnya dilakukan 1971, 1980, 1990, 2000, dan 2010. Pada masa kolonial Hindia Belanda sensus pun dilakukan, namun yang menyeluruh secara nasional hanya dilakukan pada 1930. Pada era pendudukan Jepang sempat dilakukan sensus, namun datanya terbuang akibat suasana perang.

Dari serangkaian sensus penduduk itu tercatat bahwa selama 80 tahun, yakni dari tahun 1930 ke 2010, penduduk  Indonesia telah berganda sebanyak 3,9 kali lipat, dari 60,7 juta ke 237,6 juta jiwa. Bila ditera dengan data Dukcapil (Kependudukan dan Catatan Sipil) November 2019 yang 266,5 juta, kelipatannya mencapai 4,4 kali. Angka pertumbuhan yang tinggi.

Grafik 1. Pertubuhan Penduduk Indonesia 1930-2010

Gambaran umumnya menurut sensus resmi, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 1930 baru sebesar 60,7 juta, menjadi 97,1 juta pada 1961, melesat ke 118,2 juta pada 1971, lalu meningkat menjadi 146,9 juta pada 1980, meroket ke 178,5 juta pada tahun 1990, menembus ke 205,1 juta jiwa tahun 2000, dan bertengger di angka 237,6 juta jiwa seperti tercatat pada sensus 2010. Diperkirakan, pada akhir sensus penduduk Juli 2020 ini jumlah penduduk sudah membumbung di atas angka 268 juta orang.

Indonesia memang mencatat laju pertumbuhan penduduk (LPP) yang relatif tinggi. Pada periode 1930-1962, LPPnya tercatat 2,15 persen per tahun. Sempat menyusut ke angka 2,13 persen di era 1971-1971, tapi kemudian meningkat ke 2,33 persen di era 1971-1980. Program Keluarga Berencana (KB) pada era Orde Baru menghasilkan angka penurunan LPP yang signifikan ke level 1,97 persen (1980-1990) bahkan 1,44 persen pada 1990-2000. Namun, pada awal era reformasi 2000-2010 laju pertumbuhan penduduk kembali naik ke level 1,49 persen.

 

Grafik 2. Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Indonesia

Di Indonesia, variasi LPP sangat lebar. Faktor penentu pertumbuhan penduduk bukan hanya kelahiran (natalitas) dan kematian (mortalitas) namun juga migrasi. Lima daerah dengan LPP terendah, menurut Sensus 2010, adalah Jawa Tengah 0,37 persen, Jawa Timur 0,76 persen, Kalimantan Barat 0,91 persen, Yogyakarta 1,09 persen, dan Sumatra Utara 1,1 pesen. LPP tertinggi tercatat ada di Papua 5,35 persen, Kepulauan Riau (Kepri) 4,95 persen, dan Kalimantan Timur 3,81 persen.

Namun, proyeksi oleh Bappenas, BPS, dan United Nations Population Fund (2013) menyebut bahwa laju pertumbuhan penduduk Indonesia 2010-2020 diperkirakan kembali menciut ke level 1,1%. Proyeksi itu  pula yang agaknya menjadi pegangan Bank Dunia ketika membuat  laporan tentang angka pertumbuhan penduduk dunia 2018. Dalam laporan itu terlihat bahwa LPP Indonesia sudah di bawah LPP Global yang bergerak dari angka 1,25 persen di 2010 menuju ke 1,10 persen di tahun 2020. Apakah LPP 1,1 persen bisa tercapai? Sensus penduduk 2020 itu akan menjawabnya.

Laporan Bank Dunia itu masih menunjukkan tren lama bahwa LPP yang tinggi di atas 2 persen terjadi di negara-negara yang tidak stabil atau yang belum cukup berkembang. Sebut saja Afganistan dengan LPP 2,4 persen, Angola 3,3 persen, Chad 3 persen, Irak 2,3 persen, dan Ethiopia 2,6%. India yang sudah punya populasi 1,4 miliar jiwa masih menanggung LPP 1 persen, Tiongkok 0,5 persen, dan Amerika Serikat 0,6 persen. Uni Eropa 0,2 persen, Jepang minus 0,2 persen, sama seperti halnya Italia.

Secara umum, menurut Bank Dunia, LPP itu terkait dengan kemajuan sebuah negara. Rata-rata negara makmur (high income) tumbuh 0,5%, middle income 1,1 persen, dan low income 2,6 persen.

Namun, dengan LPP 1,1 persen populasi di Indonesia bertambah sekitar 3 juta jiwa per tahun. Persoalan lainnya, mayoritas penduduk 55 persen terkonsentrasi di Pulau Jawa, yang wilayahnya hanya 6,8 persen dari daratan Indonesia. Pulau Sumatra yang luasnya 25,2 persen dari seluruh wilayah dihuni 21,3 persen penduduk, dan Kalimantan (luasnya 28,5 persen) dihuni oleh 5,8 persen, dan Sulawesi yang luasnya 9,9 persen dihuni oleh 7,3 persen penduduk.

Dari sesi etnisitas, menurut Sensus Penduduk 2020, suku Jawa paling dominan dengan porsi 40,2 persen. Etnis Sunda (tidak termasuk Cirebon dan Banten) 15,5 persen. Berikutnya etnis Batak (termasuk Angkola dan Mandailing) 3,6 persen, Madura 3,1 persen, Betawi 2,9 persen, Minang 2,7 persen, Bugis 2,7 persen, Melayu 2,3 persen, Banten 1,9 persen, Banjar 1,74 persen, Aceh 1,73 persen, Sasak 1,34 persen, Dayak 1,27 persen, Tionghoa 1,2 persen, Makassar 1.13 persen, dan seterusnya.

Dari sisi usia, menurut Sensus 2010, kelompok umur 0-14 tahun (usia anak-anak) mencapai 24,8% dari total populasi. Kemudian kelompok umur 15-64 tahun (usia produktif) sebanyak 68,7%, dan kelompok umur lebih dari 65 tahun hanya sebesar 6,51% dari total populasi. Maka, memasuki dekade 2020-an ini, Indonesia masih menikmati bonus demografi dengan banyaknya porsi penduduk usia produktif./**

 

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *