by

Tragedi Timnas U-23 dan Prospek Cerahnya

MARGOPOST.COM | – Timnas Indonesia U-23 harus menerima kenyataan tersingkir dari Asian Games 2018. Cara mereka terlempar pun terbilang tragis.

Dalam duel melawan Uni Emirat Arab, Jumat 24 Agustus 2018, Timnas U-23 sebenarnya mampu tampil dominan. Mereka mampu menampilkan gaya atraktif dan agresif.

Permainan menyerang dari kaki ke kaki ditampilkan Hansamu Yama Pranata dan kawan-kawan. Sayangnya, aksi mereka tercoreng oleh performa buruk wasit Shaun Robert Evans.

Ya, dalam laga yang digelar di Stadion Wibawa Mukti, Cikarang, Evans benar-benar tampil buruk.

Evans kerap salah mengambil keputusan di laga ini. Terfatal adalah saat Evans memberikan penalti kedua untuk UEA.

Terjadi sebuah insiden di menit 64. Ketika itu, pemain UEA, Shaheen Al-Darmki, terjatuh di kotak penalti.

Sebelum terjatuh, Shaheen berduel dengan Hansamu Yama Pranata. Evans menilai Hansamu telah melakukan pelanggaran karena menarik baju Shaheen.

Namun, ditinjau dari tayangan ulang, ternyata kontak antara Hansamu dengan Shaheen sangat minim. Dan, tak layak jika penalti diberikan.

“Di depan kami, ada ‘pemain UEA’ yang berlaga dengan sangat baik, yakni wasit. Dia memberi dua penalti kepada UEA. Penalti kedua juga tak seharusnya terjadi. Dan, UEA seharusnya mendapat kartu merah. Dalam 25 menit terakhir, seharusnya UEA sudah main dengan 10 orang,” kecam Milla usai laga.

Milla pun berani menyebut Evans sama sekali tak punya hati. Dia tak tega melihat anak-anak asuhnya yang sudah main dengan begitu luar biasa, harus menerima kenyataan pahit ini.

“Dia kejam. Tapi, sepakbola memang kejam. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan kami, tentu sedih dan kecewa. Saya terbawa emosi karena anak-anak sudah bekerja keras,” terang Milla.

Bukan cuma Milla. Kiper Timnas U-23, Andritany Ardhiyasa, merasa Evans telah merampok kemenangan dari timnya.

“Di pertandingan malam ini, pertandingan kami dirampok oleh wasit. Kami sudah bermain sangat bagus tapi penalti kedua itu tidak seharusnya terjadi karena itu 50:50,” kata Andritany.

Nasib Sial Pembunuh Harapan

Sial, cuma itu saja kata yang pantas disematkan kepada Timnas U-23. Pada dasarnya, perjuangan para pemain Timnas U-23 sudah sangat keras.

Mereka juga bermain dengan luar biasa. Rasanya, bagi Anda suporter, kekalahan dari UEA begitu tak adil.

Dirampok wasit, dicurangi, atau apa itu, pasti ada di pikiran Anda. Namun, ini sepakbola. Jalannya pertandingan tak melulu ditentukan lewat siapa yang menguasai.

Kadang, keberuntungan jadi faktor penentu. Dan untuk saat ini, Timnas U-23 tak didampingi oleh Dewi Fortuna.

Sangat disayangkan. Evan Dimas, selaku gelandang andalan Timnas U-23, pun mengakuinya.

Rasa sedih menyelimuti ruang ganti Garuda Muda. Atmosfer itu sebenarnya sudah muncul di atas lapangan.

Usai UEA cetak gol lewat eksekusi penalti terakhir, tangis para pemain Timnas U-23 langsung pecah.

“Begitu lawan cetak gol terakhir, air mata langsung keluar. Memang belum rezeki, jadi kami begitu sedih,” ujar Evan.

Nasib Milla dan Prospek Cerah Indonesia

Hasil di laga ini sebenarnya menjadi sebuah sinyal, bahwa Indonesia memiliki kerangka tim untuk bicara lebih banyak pada level internasional. Proses pembinaan yang berkelanjutan dengan diasahnya pemain lewat program matang, mampu menghasilkan tim yang bagus.

Timnas U-23 sekarang adalah buktinya. Di bawah arahan pelatih Luis Milla Aspas, gaya main mereka menjadi lebih matang.

Bukan hanya soal skema bermain, taktik, strategi, dan masalah teknis lainnya. Namun, kondisi mental pemain juga menjadi sorotan bagi Milla.

Sepanjang Asian Games 2018, Timnas U-23 sudah menunjukkan kecakapan mental dalam level yang tinggi. Lihat saja saat mereka tertinggal dua kali dari UEA.

Tak sedikit pun ada kepanikan di dalam benak skuat Timnas U-23. Mereka justru konsisten, bermain sabar, hingga akhirnya mampu memaksa UEA melanjutkan laga hingga adu penalti.

Fakta ini tentu jadi prospek cerah bagi Indonesia. Mempertahankan skuat ini untuk menghadapi beberapa ajang di depan, bisa saja berbuah manis. Pun dengan mempertahankan Milla.

Bukan fanatik dengan Milla, tapi kehadirannya memang menjadi pembeda. Para pemain Timnas U-23 pun merasakannya. Evan merasa Milla sudah menjadi sosok pemimpin yang begitu mapan.

Pelatih Indonesia Luis Milla menghibur kiper Andritany usai pertandingan melawan Uni Emirat Arab dalam lanjutan Sepakbola Asian Games 2018 di Cikarang, Jumat 24 Agustus 2018.

Jadi, sudah selayaknya Milla tetap dipertahankan demi menjaga prospek cerah ini. Namun, kontrak Milla hanya sampai Asian Games 2018. Gaji menjadi ganjalan yang begitu besar bagi PSSI demi mempertahankan Milla.

Memang, pelatih sekelas Milla, yang pernah antar Spanyol U-21 juara Piala Eropa, tak murah harganya. Setidaknya, PSSI harus mengeluarkan gaji sebesar Rp2 miliar per bulan untuk Milla dan asistennya.

Pembinaan memang mahal. Sepakbola saat ini selalu bicara soal uang, tak bisa dilepaskan.

“Saya pribadi, mau Luis Milla (dipertahankan). Dia pelatih bagus dan pintar. Semua kembali lagi ke PSSI,” kata Evan.

Dukungan untuk mempertahankan Milla, muncul juga dari pemain lain. Irfan Jaya adalah salah satunya.

Irfan merasa Milla bukan cuma sosok yang pandai dalam urusan teknis. Tapi, Milla mengerti bagaimana kondisi pemainnya.

“Pelatih yang baik bagi semua pemain di tim ini,” terang pemain Persebaya Surabaya tersebut.

Menembus semifinal Asian Games, target yang terlalu tinggi bagi tim ini. Namun, jika bicara Piala AFF 2018, bisa saja direbut trofinya, andai tim ini yang dipakai. (Viva)//PUT

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *