by

Solusi Permanen, Jaga Gambut Tetap Basah

Kodrat gambut memang basah, maka dulu disebut rawa gambut. Namun saat ini semua debit air berkurang, ditambah kemarau panjang. Sehingga, gambut menjadi kering.

MARGOPOST.COM | PEKAN BARU – Titik api kebakaran hutan dan lahan (karhutla) per 1 Oktober 2019 sudah turun drastis. Bahkan Pemerintah Provinsi Riau menyatakan status darurat pencemaran udara di daerah itu resmi berakhir pada 30 September 2019. Namun untuk menjaga agar bencana karhutla tidak terjadi lagi, perlu menjaga gambut tetap basah.

Hasil laporan indeks standar pencemaran udara atau ISPU dalam 3 hari terakhir (28-30 September) di wilayah Pekanbaru, Siak, Kampar, Dumai, Rokan Hilir, dan Bengkalis, menunjukkan kualitas udara daerah itu di level baik hingga sedang. Dari data hotspot 30 September 2019, dengan level confidence di atas 70 persen hasilnya nihil atau tidak ada titik api. Karena itu mulai 1 Oktober 2019 semua Posko Rumah Singgah atau Posko Evakuasi Korban Asap ditutup.

Sebelumnya Pemprov Riau pada 23 September lalu, menetapkan status daerahnya sebagai wilayah darurat pencemaran udara. Dengan keputusan itu, pemprov telah menyiapkan sejumlah posko pengobatan bagi korban kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Juga disiapkan lokasi evakuasi bila diperlukan, yang diperuntukkan wanita hamil, bayi, anak-anak, serta orang tua yang rentan terkena asap.

Sehari setelah penetapan itu, atau pada 24 September 2019, kabut asap mulai berkurang setelah beberapa kali turun hujan. Sehingga asap mulai berkurang dan kualitas udara mulai membaik. Meski demikian, Riau masih berstatus siaga kebakaran hutan dan lahan, sampai 31 Oktober 2019. Status ini ditetapkan Pemprov pada 19 Februari 2019 atau selama 8 bulan.

Sementara itu KLHK mengklaim titik panas semakin menurun. Per 1 Oktober terdapat 239 titik panas dari sebelumnya 253 titik panas di beberapa wilayah. Penurunan titik panas tersebut disebabkan turunnya hujan setelah ada modifikasi cuaca.

Gakkum KLHK juga merespons setiap kejahatan lingkungan dengan sangat cepat, salah satunya dengan menyurati perusahaan penyebab titik panas. Mereka meminta perusahaan menanggulangi dan mencegah karhutla. Gakkum juga memantau tindakan perusahaan dalam menangani titik panas.

KLHK pun juga sudah menyegel 54 lahan yang terbakar. Lahan itu diduga milik perusahaan yang berasal d ari dalam maupun luar negeri. Lahan tersebut tersebar di Sumsel, Riau, Jambi, Kalbar, Kalteng, dan Kaltim.Terdiri atas 47 lahan sawit, 13 hutan alam, 3 HTI, dan 1 lahan restorasi. Total lahan yang terbakar mencapai 14.343 hektar.

Dalam sebuah diskusi Forum Merdeka Barat (FMB) 9 akhir bulan September muncul solusi permanen diperlukan untuk mencegah berulangnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla).  Yaitu, dengan tetap menjaga gambut tetap basah dan adanya penegakan hukum.

Kodrat gambut memang basah, maka dulu disebut rawa gambut. Namun kenyataannya  saat ini semua debit air berkurang, ditambah lagi ada kemarau panjang. Sehingga gambut menjadi kering dan mudah terbakar dan menjalar.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan, cuaca di tahun 2019 tidak jauh berbeda dengan cuaca tahun 2015. Kekeringan terjadi hampir di seluruh wilayah gambut.  Dan menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di tahun 2019 terjadi El Nino lemah.

“Gambut yang kering ini sama saja seperti batu bara muda. Jika terbakar ibarat membakar batu bara hanya saja kualitasnya rendah. Pemadaman waterbombing atau teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk mendapatkan hujan buatan hanya bersifat sementara,” kata Doni.

Kedalaman gambut Indonesia beragam bahkan hingga 20 meter. Jika kondisi gambut dikeringkan, kemudian dibakar, maka ruas atas bisa saja padam tetapi di dalamnya masih membara. Bahkan laporan di lapangan menyebutkan, ada yang tujuh hari belum padam.

Sampai akhir Agustus 2019,  karena curah hujan nyaris tak ada, lahan gambut terbakar luas mencapai 89.563 hektar dari total 328.724 hektar. Luas kebakaran gambut paling luas di Riau (40.553 hektar), Kalimantan Tengah (24.883 hektar), Kalimantan Barat (10.025 hektar). Karhutla juga terjadi di Jambi, Kalimantan Selatan, Sumatra Selatan, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Kalimantan Timur, Aceh, Bangka Belitung, Kalimantan Utara dan Maluku Utara.

Kalau menganalisis luasan kebakaran gambut pada 2015 dan 2019, memiliki porsi hampir sama. Pada 2015, porsi kebakaran gambut mencapai 29% dari luasan. Pada 2019, porsi kebakaran gambut 27% dari luasan hingga Agustus.

Data BNPB, pada 14 September 2019, karhutla tersebar di tujuh provinsi, yakni, Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Papua, dengan titik panas adalah 4.012.

Dampak kebakaran terluas terjadi di Riau yang mencapai hingga 49.266 ha. Menyusul Kalimantan Tengah yang mencapai 44.769 ha, Kalimantan Barat 25.900 ha, Sumatra Selatan 11.426 ha, dan Jambi seluas 11.022 ha. Angka tersebut diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan musim kemarau yang belum berakhir dan hujan yang masih belum turun.

Belajar dari karhutla yang terjadi saat  menjelang musim hujan ini, upaya pencegahan karhutla di gambut harus dilakukan. Pejabat di daerah juga harus berpikir bagaimana agar air di kanal-kanal itu tidak lepas tapi bisa membasahi gambut. Dengan begitu, saat musim kemarau tiba kondisi air gambut tetap basah di level yang ditetapkan sesuai aturan, yakni sedalam 40 centimeter dari atas permukaan tanah.

Doni menyebutkan selama 2019 sudah 328.724 hektare lahan amblas karena karhutla atau kebakaran hutan dan lahan. Sekitar 27 persennya atau 86.563 hektare adalah lahan gambut.

Dia menjelaskan untuk Sumatra Selatan hingga saat ini sudah tercatat 60.123 hektare menjadi korban karhutla. Tapi dia optimistis jumlah titik api dan kebakaran akan berkurang seiring dengan mulai turun hujan di beberapa daerah rawan Karhutla.

Hujannya sudah turun di Jambi dan menyebar luas hingga ke Sumsel ini. Berdasarkan data BNPB, hujan terjadi di 10 kabupaten/kota di Sumatra Selatan, 11 kabupaten di Riau, 6 kabupaten di Kalimantan Selatan, 1 kota di Kalimantan Tengah, 7 kabupaten di Jambi, 11 kabupaten di Kalimantan Barat.

Hujan yang terjadi dalam beberapa hari ini tidak lepas dari peran teknik modifikasi cuaca (TMC) oleh Mabes TNI dengan 4 armada, yakni 1 hercules, 1 unit CN 295 dan 2 unit Casa 212. BNPB juga memadamkan api karhutla dengan melakukan pengeboman air menggunakan 49 helikopter. Untuk di Sumsel adalah jumlah unit terbanyak yakni 9 helikopter, yakni 7 untuk waterbombing dan 2 untuk patroli.

“Upaya TMC ini belum berakhir, kita masih berjuang hingga pertengahan Oktober,” tukasnya.

Pemadaman karhutla di wilayah Indonesia yang berlahan gambut memang berbeda dengan karhutla di negara lain. Menurut Doni, ada lahan gambut yang memiliki bara api hingga 7 meter. Bahkan ada yang kedalaman yang masih mengandung bara hingga 20 meter. Dengan keadaan ini maka masalah karhutla jadi masalah permanen.

“Karena itu perlu solusi secara permanen dan membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak.Tak ada yang mampu bekerja sendirian,” tegasnya.

Lahan gambut merupakan lahan berfosil batubara muda yang tidak boleh dalam keadaan kering. “Dibandingkan dengan tahun lalu, hotspot naik 70%. Dari satelit NOAA pada 2019, naik menjadi 176, 33% dari satelit Terra dengan total lahan yang terbakar sudah mencapai 328.724 ha,”bebernya.

Berdasarkan data Global Wetlands, Indonesia memiliki lahan gambut terbesar kedua di dunia dengan luas mencapai 22,5 juta hektare (ha). Sedangkan urutan pertama ditempati Brazil dengan luas lahan gambut sebesar 31,1 juta ha. Adapun di Tanah Air, provinsi pemilik lahan gambut terbesar adalah Papua dengan luas 6,3 juta ha. Disusul kemudian Kalimantan Tengah (2,7 juta ha), Riau (2,2 juta ha), Kalimantan Barat (1,8 juta ha), dan Sumatra Selatan (1,7 juta ha). Selain itu ada Papua Barat (1,3 juta ha), Kalimantan Timur (0,9 juta ha) serta Kalimantan Utara, Sumatra Utara, dan Kalimantan Selatan yang masing-masing memiliki 0,6 juta ha.

Gambut merupakan lahan basah yang kaya akan material organik. Terbentuk dari akumulasi pembusukan bahan-bahan organik selama ribuan tahun. Keberadaannya memiliki berbagai manfaat. Antara lain, gambut bisa menyimpan 30 persen karbon dunia, mencegah kekeringan, dan mencegah pencampuran air asin di irigasi pertanian. Selain itu, gambut juga menjadi rumah bagi satwa langka.

Upaya pemadaman api, BNPB menerjunkan 44 helikopter dengan rincian 34 helikopter untuk waterbombing dan 10 untuk patroli. Juga ada upaya pemadaman api  dengan menggunakan 270 juta liter air untuk waterbombing, 163 ribu kilogram garam disemai untuk membuat hujan buatan, dan 9.072 personel untuk pemadaman di darat./hdr.-

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *