by

Regulasi Dipangkas, Obat pun Jadi Murah

Kepala negara telah memerintahkan untuk memangkas regulasi yang dianggap menghambat pengembangan industri farmasi.

MARGOPOST.COM |JAKARTA – Industri farmasi dalam negeri termasuk industri yang telah lama berdiri dan mampu memenuhi 75% kebutuhan obat dalam negeri. Sayangnya, harga obat dinilai masih mahal akibat ketergantungan bahan baku impor yang mencapai 95%.

Kondisi inilah yang memicu keprihatinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Kepala negara pun memerintahkan untuk memangkas regulasi yang dianggap menghambat pengembangan industri farmasi. Dengan cara ini Jokowi berharap harga obat bisa lebih murah.

Bagi Presiden Joko Widodo, pemangkasan regulasi merupakan salah satu upaya untuk mengikis penghambat pengembangan industri farmasi. Harapannya, harga obat pun bisa lebih murah.

“Dipangkas sebanyak-banyaknya, disederhanakan, sehingga industri farmasi bisa tumbuh dan masyarakat dapat membeli obat dengan harga yang lebih murah,” katanya, dalam rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (21/11/2019).

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto pun bergerak cepat. Dia menegaskan akan memangkas proses izin edar obat, termasuk obat tradisional, menjadi lebih cepat dengan tujuan menurunkan harga obat yang beredar di pasaran.

Terawan bahkan mengumpulkan pelaku industri farmasi dan alat kesehatan di Kantornya,  Kementerian Kesehatan Jakarta, Senin (25/11/2019).

“Yang jelas, proses perizinan obat-obatan akan ditangani oleh Kementerian Kesehatan dengan proses yang lebih sederhana dan lebih cepat,” jelasnya.

Sebelumnya, proses perizinan tersebut dilakukan di bawah Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Dalam rangka itu, Menkes Terawan mengatakan dirinya telah bertemu dengan Kepala BPOM. Dan keduanya menyepakati untuk mengembalikan proses perizinan obat berada di Kementerian Kesehatan.

Profil Industri

Sebagai gambaran, profil industri farmasi di dalam negeri memiliki sebanyak 206 perusahaan. Dari total perusahaan sebanyak itu, sekitar 178 perusahaan merupakan swasta nasional, serta diikuti sebanyak 24 perusahaan multinasional (MNC), dan 4 perusahaan BUMN.

Khusus sektor farmasi, mengacu kepada Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035, industri farmasi dan bahan farmasi merupakan salah satu sektor manufaktur andalan yang mendapatkan prioritas pengembangan karena berperan besar sebagai penggerak utama perekonomian nasional.

Selain itu, industri ini juga didukung oleh regulasi berupa Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Regulasi ini menginstruksikan 12 kementerian dan lembaga agar saling bersinergi dan mendukung dalam mendorong kemandirian obat nasional.

Menurut catatan Kementerian Perindustrian, industri farmasi, produk obat kimia, dan obat tradisional tercatat tumbuh sebesar 4,46% dan memberikan kontribusi industri tersebut terhadap PDB industri pengolahan nonmigas sebesar 2,78% dan terus meningkat selama 5 tahun terakhir.

Wajar saja karena industri farmasi adalah sektor yang memiliki karakteristik capital intensive, high technology, R&D intensive, heavily regulated, dan fragmented market. Jadi, sudah seharusnya Indonesia memperkuat industri farmasi, sehingga pemerintah akan kasih sejumlah fasilitas seperti super deductible tax untuk vokasi sebesar 200% dan inovasi 300%.”

Di periode kedua Presiden Joko Widodo harus diakui kini tengah mengejar masuknya investasi selain soal infrastruktur. Dalam rangka itu, pemerntah juga kini tengah merencanakan melakukan regulasi sapu jagad, melakukan reformasi regulasi melalui Omnibus Law, salah satunya adalah mendorong tumbuhnya pemanfaatan bahan baku di dalam negeri.

Bahkan, pemerintah kini mendorong tumbuhnya TKDN di industry farmasi. Komponen meliputi soal kandungan aktif atau active ingredient, research and development (R&D), proses produksi dan kemasan atau packaging.

Apalagi, industry farmasi nasional saat ini cukup menikmati pasar farmasi nasional yang cukup signifikan dengan adanya JKN atau pasar BPJS dengan keanggotaan 271  juta jiwa.

Melalui skenario itu, industry farmasi didorong untuk mengembankan R&D dan menghasilkan produk dengan bahan baku aktif lokal. Ujungnya adalah bahan baku impor menjadi berkurang dan produk farmasi nasional bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *