by

Penentu Status Kewarganegaraan WNI Terlibat ISIS

MARGOPOST.COM |Jakarta – Pernyataan itu jelas dan tegas; Pemerintah tidak akan memulangkan Warga Negara Indonesia (WNI) yang telah bergabung dengan kelompok radikal Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dan menjadi teroris lintas batas atau Foreign Terrorist Fighters (FTF). “Pemerintah memiliki tanggung jawab keamanan terhadap 260 juta penduduk Indonesia. Itu yang kita utamakan. Oleh sebab itu, pemerintah tidak memiliki rencana untuk memulangkan orang-orang (WNI eks ISIS) yang ada di sana,” kata Presiden Joko Widodo dalam jumpa pers di Istana Negara, Jakarta, 12 Februari 2020.

Selanjutnya, Kepala Negara telah memerintahkan jajarannya untuk melakukan identifikasi dan mendata lebih jauh mengenai jumlah pasti dan identitas diri dari WNI yang terlibat dalam kelompok teroris lintas batas tersebut.

“Dari identifikasi dan verifikasi ini nanti akan kelihatan karena kita memang masih memberikan peluang (memulangkan) untuk yatim piatu yang berada pada posisi anak-anak di bawah 10 tahun. Tapi kita belum tahu apakah ada atau tidak,” jelasnya.

  • Tidak hanya Pemerintah Indonesia, sikap yang sama tampaknya diambil pula oleh sejumlah negara yang warganya juga menjadi teroris lintas batas dan bergabung dengan ISIS. Pemerintah Australia, misalnya, secara tegas menolak pemulangan mantan petarung ISIS ke negara mereka, di mana tercatat setidaknya ada tiga petarung ISIS asal Australia yang kini ditahan di Turki.

Perdana Menteri Australia Scott Morrison menegaskan tidak tertarik untuk membawa pulang warganya yang menjadi anggota ISIS karena menimbang faktor risiko pada masyarakat. Namun demikian, serupa dengan Indonesia, Australia juga masih mempertimbangkan agar mereka yang masih anak-anak bisa pulang.

Selanjutnya adalah Prancis. Presiden Emmanuel Macron juga secara gamblang menyatakan tidak ingin memulangkan kembali prajuritnya yang menjadi anggota ISIS, kecuali anak-anak. Tahun lalu, Prancis telah memulangkan 12 anak yatim piatu eks ISIS, meski sebagian masyarakatnya ada yang menolak langkah tersebut.

Inggris juga menjadi salah satu negara yang menolak kepulangan mantan petarung ISIS, meski surat kabar setempat, The Guardian, mencatat 45 persen atau sekitar 400 orang petarung ISIS asal Inggris sudah pulang. Masih sama dengan Indonesia, Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab juga masih mempertimbangkan untuk memulangkan mereka yang masih anak-anak.

Terakhir, Uni Eropa juga tegas menolak pemulangan mantan petarung ISIS. Bahkan, Koordinator Antiterorisme Uni Eropa Gilles de Kerchove menegaskan juga tidak mau lengah terhadap anak-anak yang terlibat ISIS. Menurutnya, anak-anak tersebut bisa menjadi generasi bom bunuh diri selanjutnya, di samping juga merupakan bom waktu.

Status Kewarganegaraan

Setelah Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak memulangkan WNI terlibat ISIS, kini pertanyaannya adalah bagaimana nasib status kewarganegaraan mereka? Apakah masih WNI atau bukan?

Untuk menentukan seorang WNI dinyatakan kehilangan kewarganegaraannya, maka dapat mengacu pada dua peraturan, yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 (UU 12/2006) tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 (PP 2/2007) tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Sebagaimana tertuang dalam UU 12/2006 pada Bab IV Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia, Pasal 23 dengan jelas menyebutkan sejumlah syarat seorang WNI dapat kehilangan status kewarganegaraannya.

Pertama, yang bersangkutan memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri. Kedua, tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu. Ketiga, dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.

Keempat, masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden. Kelima, secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia. Keenam, secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut.

Ketujuh, tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing. Kedelapan, mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya.

Terakhir, bertempat tinggal di luar wilayah negara Indonesia selama 5 tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi WNI sebelum jangka waktu 5 tahun itu berakhir, dan setiap 5 tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi WNI kepada Perwakilan Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.

Sedangkan untuk kasus anak-anak, maka dapat melihat pada pasal 25 yang menyebutkan kehilangan kewarganegaraan bagi seorang ayah tidak dengan sendirinya berlaku terhadap anaknya yang mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya sampai dengan anak tersebut berusia 18 tahun atau sudah kawin.

Kemudian kehilangan kewarganegaraan bagi seorang ibu juga tidak dengan sendirinya berlaku terhadap anaknya yang tidak mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya sampai dengan anak tersebut berusia 18 tahun atau sudah kawin.

Selanjutnya, kehilangan kewarganegaraan karena memperoleh kewarganegaraan lain bagi seorang ibu yang putus perkawinannya, tidak dengan sendirinya juga berlaku terhadap anaknya sampai dengan anak tersebut berusia 18 tahun atau sudah kawin.

Tidak Melanggar HAM

Dengan demikian, mengacu pada kedua aturan di atas, khususnya UU 12/2006, bisa dibilang seluruh WNI yang aktif terlibat dengan ISIS telah kehilangan kewarganegaraannya. Pasalnya, menurut Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, WNI terlibat ISIS sudah memenuhi dua ketentuan yang menyebabkan kehilangan kewarganegaraannya.

“Ada dua kualifikasi yang utama. Pertama, dalam pasal 23 huruf d adalah kalau mereka ikut di dalam dinas tentara asing. Di situ bukan disebut negara. Jadi ikut tentara asing. Yang dimaksud tentara asing ini bisa pemberontak mungkin dan lain sebagainya,” jelasnya seperti dikutip dari Antara.

Kualifikasi kedua, lanjut Hikmahanto Juwana, sesuai dengan pada pasal 23 huruf f adalah apabila mereka mengangkat sumpah untuk setia pada sebuah negara atau bagian dari negara. Menurutnya, jika ISIS ini merupakan pemberontak dan merupakan bagian dari negara serta WNI tersebut sudah melakukan sumpah setia, maka mereka sudah kehilangan kewarganegaraan.

“Atas dasar ini, kalau mereka kehilangan kewarganegaraan maka tentu mereka sudah tidak lagi menjadi kewajiban Pemerintah Indonesia untuk mengembalikan mereka ataupun melindungi mereka. Tidak ada itu,” katanya.

Sementara terkait nasib anak-anak yang dinilai tidak punya kuasa ketika orangtuanya memutuskan pergi ke Suriah, Hikmahanto Juwana menuturkan bahwa Pemerintah harus mengkaji lebih dalam lagi apakah anak-anak tersebut ikut dalam dinas perang tentara atau tidak, mengingat di kelompok teroris ini biasanya pada usia yang sangat belia sudah ikut dan sudah dicuci otaknya.

Sebab, dikhawatirkan ketika anak-anak yang sudah terpapar ini kembali ke Indonesia, sementara orang tuanya tidak ikut dikembalikan, mereka dapat menyimpan rasa dendam di mana nantinya juga akan menyulitkan Pemerintah sendiri.

Ia pun menyebut keputusan Pemerintah untuk tidak memulangkan WNI terlibat ISIS sudah benar dan tidak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

“Kalau saya perhatikan bahwa alasan kemanusiaan itu akan berakhir ketika keselamatan dari bangsa dan negara itu sudah mulai muncul. Kita harus tahu bahwa kalau misalnya mereka kembali dan kita tidak bisa menanggulangi penyebaran paham ideologi dari ISIS ini, nanti ujungnya akan mengganggu keselamatan dari bangsa ini sendiri,” jelas Hikmahanto Juwana.

Namun demikian, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan bahwa Pemerintah sampai saat ini belum mencabut status kewarganegaraan WNI terlibat ISIS karena hal tersebut harus melalui proses hukum administrasi sesuai PP 2/2007 Pasal 32 dan 33.

“Bukan pengadilan ya. Proses hukum administrasi, diteliti oleh menteri lalu ditetapkan oleh presiden. Nanti menteri memeriksa, sesudah oke diserahkan ke presiden. Presiden lalu mengeluarkan keputusan berupa Keputusan Presiden (Keppres),” jelasnya.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *