by

Kebebasan dan Kemudahan Demi Wujudkan World Class University

MARGOPOST.COM|JAKARTA – Sekarang ini jamannya universitas-universitas baik swasta ataupun negeri mempunyai mimpi untuk menjadikan tempat menimba ilmu mereka menjadi universitas yang bertaraf international atau ‘World Class University’. Demi mewujudkan ‘World Class University’ ini tentunya harus didukung dengan selain sumber dayanya juga tidak kalah penting adalah pembenahan sarana dan prasarananya.

Tentunya untuk melakukan pembenahan-pembenahan di segala bidang pada sebuah universitas ini akan dibutuhkan dukungan pendanaan yang tentunya tidak sedikit. “Perguruan Tinggi Kuat (PTK) hendaknya dapat diberi kemudahan serta kebebasan untuk menuju menjadi ‘World Class University’, seperti adanya semacam kebijakan pendanaan khusus bagi PTK dalam upaya menuju ‘World Class University’,” ujar Prof. Dr. Thomas Suyatno – Ketua Umum Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia pada acara RDP/RDPU Panja Kelembagaan Akreditasi Prodi PT bersama Komisi X hari ini (01 July 2019).

Ide memberikan kemudahan ini sendiri sebetulnya berkaca dari kebijakan 9C di China, dimana pada negara panda ini sumber pendanaan dapat berasal dari pemerintah atau bahkan dari dunia industri dan bisnis. Pendanaan dapat berasal dari berbagai insentif pemerintah bagi pihak swasta untuk memanfaatkan dana CSR atau dana R&D dan sebagainya bagi pendanaan yang bersifat khusus ini.

Sedangkan menurut ketentuan dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), keterpenuhan standar atau kriteria yang ditetapkan merupakan standar minimum yang harus dipenuhi oleh setiap PTS. Akan tetapi sangat disayangkan adalah dalam prakteknya keterpenuhan ini memiliki gradasi alias peringkat yaitu A dan B. Sedangkan PTS yang belum terakreditasi diperlakukan sama dengan C.

“Tentunya hal ini akan menjadi sangat membingungkan sekaligus justru memperlihatkan inkonsistensi penilaian oleh BAN-PT. Logikanya, jika keterpenuhan Stnadar  dalam akreditasi BAN-PT dianggap minimum maka hendaknya hasil penilaian cukup dengan ‘terakreditasi’ atau ‘tidak terakreditasi’. Penilaian ini tentunya harus diikuti dengan tindak lanjut, seperti apakah yang ‘terakreditasi’ akan berhak untuk mendapatkan bantuan atau fasilitas dari pemerintah untuk pengembangan lebih lanjut. Sedangkan yang berstatus ‘tidak terakreditasi’ wajib melakukan pembenahan serta perbaikan dan tidak berhak mendapatkan fasilitas yang sama seperti yang ‘terakreditasi’,” tambah Thomas.

Mengacu pada hal-hal tersebut, alangkah baik dan bijaksana apabila adanya saling sinergi antara perguruan tinggi yang lemah dan perguruan tinggi yang kuat. Dimana perguruan tinggi yang lemah hendaknya mendapat perlindungan dari kompetisi dengan perguruan tinggi yang kuat serta mendapat fasilitas dari pemerintah untuk memperkuat dirinya. Juga hendaknya dapat memberi intensif bagi perguruan tinggi yang kuat agar dapat memfasilitasi perguruan tinggi yang lemah, misalkan dengan ‘meminjamkan’ dosen yang berkualitas.

 

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *