by

Jayamahe di Laut dan di Darat

Dengan segala sumber dayanya, Korps Marinir ikut memberikan sumbangan penting bagi TNI, yang kini di peringkat ke-16 kekuatan militer dunia. Kekuatan Marinir kini tiga divisi.

MARGOPOST.COM | SURABAYA – Diiringi musik marching band yang membawakan lagu epik Surabaya, defile pasukan Marinir tergelar gagah di pelataran upacara yang  luas di Kompleks Bumi Marinir Karang Pilang, Surabaya. Kompi demi kompi pasukan, yang mewakili berbagai kecabangan dalam korps baret jingga ini, berbaris melewati panggung kehormatan disusul oleh defile kendaraan tempur, termasuk tank amfibi terbaru BMP-3F, dan truk raksasa peluncur roket multisistem Bayu, yang memiliki jarak tembak 30 km.

Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Siwi Sukma Adji sebagai inspektur upacara berdiri di panggung kehormatan, didampingi Komandan Korps Marinir Mayjen (Mar) Suhartono. Upacara militer yang digelar 15 November itu adalah puncak kegiatan Hari Ulang Tahun ke-74 Marinir. Suasana cukup meriah, karena warga di sekitar kompleks militer itu dizinkan menyaksikan perhelatan istimewa yang menyajikan berbagai atraksi. Ada terjun payung, tarian perang, hingga aksi bela diri.

Dalam HUT yang ke-74 itu, pasukan baret jingga itu mengusung tema “Profesionalitas, Loyalitas, dan Pengabdian Prajurit Petarung Korps Marinir untuk NKRI”. Tema yang secara lugas menyatakan bahwa  pengabdian untuk NKRI itu seperti menjawab keprihatinan banyak pihak atas meningkatnya gangguan terhadap sendi-sendi kesatuan dan persatuan nasional.

Laboratorium Pengukuran Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) pun merilis hasil monitoringnya Juni lalu, bahwa secara umum kondisi ketahanan nasional cukup tangguh. Namun, dari delapan unsur pembangun ketahanan itu, aspek politik dan budaya terus mengalami tekanan dan dalam kondisi yang kurang tangguh. Tak serta-merta situasi ini menjadi urusan militer. Tapi, kesiagaan TNI tentu memberi atmosfer positif bagi penguatan ketahanan ideologi-politik dan budaya nasional.

Dalam pernyataannya kepada publik, Laksamana Siwi Sukma Adji tak menyebut-nyebut situasi ini. ‘’Hingga usia pengabdiannya yang ke-74 tahun, Korps Marinir selalu berperan aktif dan berhasil dalam berbagai penugasan. Keberhasilan ini membuat Korps Marinir mendapatkan banyak apresiasi baik dari masyarakat maupun pemerintah, sehingga dipercaya menjadi salah satu Komando Utama Operasi TNI,” kata Siwi, dalam keterangan resmi Dinas Penerangan Angkatan Laut, Jumat (15/11/2019).

Dalam usianya yang ke-74, Korps Marinir pun kini telah tumbuh menjadi kekuatan besar. Dari Markas Komandonya di Jl Usman-Harun (dulu Jl Prapatan), Kawasan Senen, Jakarta Pusat, Komandan Korps Marinir Mayjen (Mar) Suhartono mengendalikan pasukannya. Kekuatan operasionalnya ada di tiga divisi, yang secara resmi disebut Pasmar (Pasukan Marinir). Pasmar 1 yang dibangun sejak 2001 berkedudukan di Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Pasmar 2 (2004) bermarkas di Gedangan, Sidoarjo, Jawa Timur, dan Pasmar 3 yang sedang dikembangkan sejak 2018 bermarkas di Sorong, Papua Barat.

Masing-masing divisi itu memiliki satu brigade infanteri marinir (tiga batalyon) yang tersebar di banyak tempat. Markas Brigade Infanteri Pasmar 1, misalnya, dibangun di Lampung Timur. Pasmar 1 juga punya satu resimen artileri yang terdiri dari Batalyon Howitzer, Batalyon Roket, dan Batalyon Arhanud (artileri pertahanan udara). Melengkapi kesenjataan artileri itu, Pasmar 1 juga mengoperasikan resimen kavaleri dengan Batalyon Tank Amfibi, Batalyon Kendaraan Pendarat, dan Batalyon Pengakut Artileri.

Masih dalam Komando Pasmar itu pula ada Resimen Bantuan Tempur yang di dalamnya terdapat unsur satuan komunikasi, perbekalan, zeni, kesehatan, dan beberapa lainnya. Di bawah Pasmar ini pulalah batalyon pasukan pengamanan Pangkalan TNI-AL dioperasikan. Setiap Pasmar juga memiliki satuan elite  khusus yang disebut Kesatuan Intai Amfibi. Wilayah Operasi Pasmar 1 adalah Indonesia Bagian Barat, Pasmar 2 untuk Indonesia Tengah, dan Pasmar 3 Sorong untuk Indonesia Timur.

Perkembangan pesat ini membuat situs-situs bersejarah milik pasukan baret jingga itu, seperti Kesatrian Marinir Cilandak di Jakarta dan Bumi Marinir Karang Pilang, Surabaya, “terdegradasi” dari sisi fungsinya. Keterbatasan lahan tak memungkinkan fasilitas itu sekaligus dimanfaatkan sebagai Mako Pasmar, atau bahkan Mako Brigade. Namun, fasilitas itu tetap menjadi bagian penting dalam operasional Marinir.

Bumi Marinir Cilandak, di Jakarta Selatan, misalnya, kini hanya menjadi markas satu Batalyon Infanteri Marinir, Batalyon Tank Amfibi, Batalyon Howitzer, dan beberapa satuan pendukung Pasmar 1. Namun di Cilandak itu pula Detasemen Jala Mangkara (Denjaka), satuan elite yang sering disebut Navy Seal-nya TNI  itu, bermarkas. Di Cilandak juga masih ada sejumlah fasilitas latihan, termasuk untuk Denjaka.

Begitu halnya Bumi Marinir Karang Pilang, Surabaya. Di situ juga berkumpul kesatuan-kesatuan lapangan. Ada Batalyon Infanteri, Howitzer, Arhanud, Roket, Tank Amfibi, dan unit-unit pendukung. Untuk mengawal kota besar, seperti Surabaya dan Jakarta, kesatuan marinir ini tidak ditempatkan pada lokasi yang terlalu jauh dari obyek vital dan strategis.

Pasukan baret jingga itu lahir di Tegal, Jawa Tengah, 15 November 1945, sebagai Corps Mariniers. Satuan ini dibentuk untuk mendukung Pelabuhan Tegal yang telah ditetapkan sebagai Pangkalan Angkatan Laut RI. Anggotanya sebagian besar pemuda Tegal dan sekitarnya. Mereka menerima latihan tempur laut dari instruktur lulusan sekolah pelayaran dan perwira infanteri lulusan Peta di era pendudukan Jepang. Tapi karena ketiadaan peralatan, dalam perang kemerdekaan, Marinir Tegal ini lebih banyak melakukan aksi di darat, termasuk bergerilya di pedalaman Jawa Tengah.

Untuk keperluan koordinasi di awal 1948, Marinir Tegal ini bergabung ke Divisi Diponegoro, menjalankan tugas infanteri. Mereka disebut Resimen Samudera. Pascaperang, ketika TNI-AL  membentuk pasukan amfibi, yang kemudian dinamai Korps Komando Operasi (KKO) sejak 1950, dari 1.200 anggota pasukan yang lulus seleksi, ternyata 90 persen adalah mantan anggota Resimen Samudera.

KKO terus berkembang dan terlibat dalam berbagai operasi militer. Baret jingganya sendiri baru secara resmi digunakan sejak 1962. Dalam konfrontasi dengan Malaysia (1962-1966), KKO ikut terjun ke garis depan bersama satuan TNI lainnya, bahkan melakukan penyusupan ke wilayah musuh. Dari operasi itu lahir legenda Harun dan Usman, dua prajurit KKO yang dihukum mati di Singapura pada 1968. Dari sejumlah prajurit yang tertangkap ketika melakukan infiltrasi ke Singapura, hanya Usman Jannatin dan Harun Tohir yang divonis hukuman mati. Pasalnya, kegiatan sabotasenya menelan korban sipil.

Menjelang HUT  ke-30, yakni 14 November 1975, KKO direorganisasi. Namanya kembali menjadi Korps Marinir, dengan kekuatan dua brigade–satu berkedudukan di Cilandak, Jakarta, dan yang lain di Karang Pilang, Surabaya. Masing-masing brigade unit elitenya yang disebut pasukan Intai Amfibi (Taifib). Dalam perkembangannya, Korps Marinir juga membentuk kesatuan elite baru pada 1984, dengan tugas khusus antiteror dan perang kota, yang disebut Detasemen Jala Mangkara (Denjaka).

Dengan segala pembaruannya, Korps Marinir menjadi bagian penting dari kekuatan TNI, yang menurut Global  Firepower Indeks (2019), berada pada peringkat ke-16 dunia, dari 137 negara. Kekuatan Militer Indonesia berada di atas Vietnam,Thailand, dan Vietnam. Dengan segala sumber dayanya, Korps Marinir dilatih untuk menjaga integritas wilayah RI, dan ikut mengawal sendi kesatuan dan persatuannya.

Meski tak sempat hadir di Bumi Marinir Karang Pilang, Presiden Joko Widodo sempat menyampaikan pesannya melalui video. “Para prajurit petarung Korps Marinir di manapun berada, saya mengucapkan Dirgahayu ke-74 Korps Marinir, maju dan jayalah Korps MarinirJalesu Bhumyamca Jayamahe, di laut dan di darat kita jaya,” kata Presiden Jokowi.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *