by

ALIANSI RAKYAT DAN PETANI SUMUT YANG TERGABUNG DALAM KOMITE RAKYAT BERSATU, SERUKAN LAWAN MAFIA TANAH..!!

MARGOPOST.COM | JAKARTA – Komite Rakyat Bersatu dari Sumatera Utara yang merupakan aliansi dari Kelompok Tani Sumatera Utara menggelar aksi unjuk rasa ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) di Jakarta, Senin (18/11/2019). Aksi tersebut berlangsung sejak pukul 09.30 WIB hingga selesainya audiensi, pukul 14.00 WIB.

Puluhan pengunjuk rasa yang bergerak ke Jakarta itu merupakan gabungan dari sejumlah Kelompok Tani di berbagai daerah di Sumatera Utara, yakni dari Binjai, Langkat, Deli, Serdang, Serdang Bedagai dan Labuhan Batu. Mereka tergabung dalam Komite Rakyat Bersatu. Mereka menamakan aksinya dengan Aksi Rakyat dan Petani Sumatera Utara: Lawan Mafia Tanah.

Unggul Tampubolon sebagai Koordinator Lapangan Komite Rakyat Bersatu mengatakan, aksi unjuk rasa yang mereka lakukan berupa orasi, audiensi dan penyerahan obat tolak angin ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Mereka mendesak BPN segera menyelesaikan seluruh konflik agraria yang terjadi di Sumatera Utara.

“Agar BPN memiliki komitmen dan keseriusan, serta keberanian untuk menegakkan keadilan, memberantas mafia pertanahan di Sumut. Agar BPN berpihak kepada para petani dan masyarakat. Agar BPN tidak masuk angin, sehingga mampu menyelesaikan konflik agraria,” tutur Unggul Tampubolon.

Dia menegaskan, aksi mereka itu hanya dalam satu tekad, yakni untuk melawan mafia tanah. Selain perlunya penyelesaian konflik agraria yang berkekeadilan, menurut Unggul, selama ini mafia tanah dibiarkan berkeliaran di Sumut.

“Mafia tanah membajak program reforma agraria yang dilakukan Presiden Joko Widodo. Mafia tanah menghalangi kebijakan land reform-nya Presiden Jokowi,” jelas Unggul Tampubolon.

“Kami juga meminta dibentuk Tim Penyelesaian Konflik Agraria, dengan melibatkan organisasi tani, aktivis agraria dan jurnalis,” sambung Unggul.

Kemudian, lanjutnya lagi, untuk penyelesaian konflik agrarian, tidak cukup hanya dengan melakukan pengamatan dari jauh. Tidak cukup hanya dengan meminta informasi dari sepihak saja. Karena itu, langkah turun langsung ke daerah konflik perlu dilakukan pemerintah.“Lakukan segera peninjauan lapangan atas konflik yang terjadi,” tegas Unggul.

Beberapa persoalan krusial yang dialami para petani saat ini, lanjutnya, antara lain berkenaan dengan Hak Guna Usaha (HGU) PT Bridgestone di wilayah Sumut.

“Kami mendesak agar HGU PT Bridgestone tidak diperpanjang lagi. Persoalan tanah dengan perusahaan itu harus diselesaikan. Tanahnya harus didistribusikan terlebih dahulu kepada masyarakat. Ada tanah seluas 273,91 hektar yang harus dikembalikan kepada masyarakat yang berhak,” terang Unggul.

Dia menegaskan, melalui Kementerian Agraria, meminta Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keppres Penyelesaian Konflik Agraria, dan Keppres Pendistribusian Tanah kepada Rakyat Petani yang menduduki, menguasai,  mengusahai dan mengelola Tanah Berstatus HGU.

“Kami meminta agar pemerintah segera mensertifikasi tanah rakyat yang merupakan eks HGU PTPN 2. Tanah itu sudah diduduki, dikuasi dan diusahai rakyat yang berada di Desa Marindal, Desa Selambo, Desa Helvetia dan Desa Sampali,” ujar Unggul.

Unggul mengingatkan, konflik agraria secara nasional terus terjadi secara massal dan meluas serta berkepanjangan sudah puluhan tahun tidak pernah terselesaikan.

“Hingga hari ini konflik tersebut terus saja terjadi. Rakyat terus saja tergusur atas tanahnya. Okupasi dan pembersihan sepihak yang dilakukan sejumlah perkebunan dengan melibatkan aparat keamanan di berbagai daerah mensyaratkan bahwa konflik agraria atau pertanahan, sepertinya tidak akan pernah menemukan jalan keluar dan solusi penyelesaiannya,” tuturnya.

Peserta aksi, Johan Merdeka, yang sekaligus sebagai Humas aksi, juga menyampaikan, di Sumatera Utara, hampir di setiap daerah terdapat konflik agraria.

Yang terbanyak terjadi di daerah Langkat, Binjai, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Simalungun dan Labuhan Batu. Konflik itu terjadi antara rakyat petani bersama Masyarakat Adat melawan Perkebunan Negara, Perkebunan Asing, Perkebunan Swasta serta Pengusaha Real Estate, Preman dan Mafia Tanah.

Menurut Johan, perusahaan dan perkebunan yang terdata oleh Komite Rakyat Bersatu melakukan pelanggaran adalah PTPN 2, PTPN 3, PTPN 4, PT Agung Cemara Realty, PT Bridgestone, PT London Sumatera, PT Langkat Nusantara Kepong, Al Washliyah, dan lain sebagainya.

“Konflik Agraria terus berkepanjangan dikarenakan tidak ada poltical will yang baik dari Pemerintah, baik itu Pusat maupun Daerah. Hal ini disebabkan adanya kepentingan mafia tanah yang tidak ingin konflik agraria ini selesai,” ujar Johan.

Malah, lanjut Johan, diduga kuat adanya keterlibatan oknum pemerintahan dalam praktek penjualan Tanah Negara. Misalnya tanah Eks HGU PTPN 2, begitu juga beberapa Konflik yang harusnya sudah didistribusikan malah tidak terealisasi. Seperti di PT Bridgestone, di Serdang Bedagai, dengan tanah seluas 273,91 hektar.

“Padahal itu semua seharusnya sudah diterima oleh masyarakat yang berhak. Belum lagi, munculnya surat-surat palsu yang beredar di lapangan. Demikian juga dengan adanya pengusaan tanah secara sepihak oleh para mafia tanah yang berkolaborasi dengan developer di sejumlah tempat, di atas tanah Eks HGU PTPN2 seperti di Helvetia, Marendal,  dan sebagainya,” ujarnya.

Komite Rakyat Bersatu dari Sumatera Utara menyampaikan 16 tuntutan kepada pemerintah :

1. Selesaikan seluruh konflik agraria di Sumatera Utara antara masyarakat-petani dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN II, PTPN III Kebun Marbau Selatan, PTPN IV), perkebunan/perusahaan swasta, perkebunan/perusahaan asing.

2. Selesaikan tanah eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II seluas 5.873 hektar secara keseluruhan/tidak bertahap.

3. Bentuk tim penyelesaian konflik agraria yang mengikutsertakan organisasi tani, aktivis agraria dan jurnalis secara nasional dan daerah langsung di bawah Presiden

4. Lakukan segera peninjauan lapangan ke seluruh konflik agraria di Sumatera Utara

5. Tinjau segera area PTPN III Kebun Merbau Selatan yang juga mengelola tanah sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS)

6. Tidak memperjanjang HGU PT Bridgestone sebelum diselesaikan dan didistribusikan terlebih dahulu tanah seluas 273,91 hektar kepada masyarakat yang berhak, di Kabupaten Serdang Bedagai

7. Batalkan 227 sertifikat yang dikeluarkan pada 1999 yang berada di Desa Klambir 5 Kebun Kabupaten Deli Serdang

8. Tinjau ulang seluruh HGY perkebunan yang bermasalah dengan rakyat-petani

9. Distribusikan tanah eks HGU PTPN II kepada rakyat-petani sesuai daftar nominatif yang pernah diberikan sejumlah Kelompok Tani kepada Tim Inventarisasi (GUBSU dan BPN) pada 2017 lalu.

10. Sertifikasi segera tanah eks HGU PTPN II yang sudah diduduki, diusahakan dan dikuasai rakyat-petani yang berada di Desa Selambo, Desa Marendal 1, Desa Helvetia, Tunggurono, Desa Sempali

11. Melalui Kementerian ATR/BPN RI dan DPR RI agar meminta Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) pendistribusian tanah kepada rakyat-petani yang sudah menduduki, mengelola, dan menguasai tanah berstatus HGU

12. Melalui Kementerian ATR/BPN untuk mendesak PTPN II menghentikan okupasi di berbagai daerah (Binjai, langkat, Deli Serdang) sebelum ada keputusan tim rekonstruksi HGU PTPN II seluas 56.600 hektar yang dibentuk oleh Gubernur Gatot Pujo Nugroho

13. Melalui Kementerian ATR/BPN dan DPR RI agar mengawasi adanya dugaan pengambilalihan penggunaan home industri, 30 hektar oleh Kejaksaan Negeri Binjai untuk Diklat se-Indonesia dan TNI/ARHANUD seluas 30 hektare.

14. Kepada DPR RI untuk menyampaikan kepada aparat penegak hukum (TNI/POLRI) agar bertindak netral dan tidak ikut campur dalam okupasi yang dilakkukan oleh PTPN II maupun perkebunan/perusahaan lainnya.

15. Meminta DPR RI agar mengawasi adanya dugaan kerugian setiap tahun oleh PTPN II maupun perkebunan/perusahaan BUMN lainnya yang terus disubsidi setiap tahunnya

16. Meminta DPR RI agar mengawasi pengalihan lahan yang masih berstatus HGU oleh PTPN II kepada PT Langkat Nusantara Kepong (lNK)./odt

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *